Sumber Gambar: https://store.tempo.co |
Presiden ke-4 RI dan cucu pendiri Nahdltul Ulama (NU) KH. Hasyim Asy’ari tersebut, selalu berada di garda terdepan memperjuangkan perdamaian. Dalam buku “Islamku, Islam Anda, Islam Kita” (2005), Gus Dur secara panjang lebar menarasikan tentang Islam perdamaian dan permasalahan internasional. Ia seolah menampik backroud pesantrennya—dan mengejawantahkan dengan serinci-rincinya—untuk sekadar membaca peta perpolitikan dunia internasional. Tak ayal kalau ia memberikan pandangan dan alternatif untuk perang Irak, memberikan jalan kerjasama antara Indonesia-Muangthai, memberikan pendapat di forum internasional dan tentu kontribusinya terhadap perdamaian Palestina-Israel.
Arti Sebuah Kunjungan
Ketika berada di Gaza, Gus Dur diminta untuk menyampaikan pidato. Dalam pidatonya, ia mengemukakan keinginannya untuk melihat Palestina merdeka dan memperoleh keadilan dalam kemerdekaannya. Para pembicara lain, terutama para pemuka Palestina sendiri, banyak menyampaikan keluhan dan keinginan yang sama, yakni kemerdekaan dari pihak Israel.
Pada kesempatan itu juga, Gus Dur menyampaikan kepada bangsa Palestina bahwa kemerdekaan dan aneksasi wilayahnya akan berhasil direbut kembali. Ia menyampaikan; buah kesabaran dan lobi-lobi adalah solusi jitu, laiknya Indonesia. Indonesia menunggu tiga belas tahun lamanya, sebelum Irian Jaya/tanah Papua dapat direbut kembali oleh Indonesia melalui Trikora tahun 1962. Gus Dur menambahkan, hal inilah yang belum terbukti, yaitu “keberanian politik” orang-orang Palestina untuk memberikan konsesi, yang dapat digunakan sebagai alat merebut “sisa” konsesi itu dari pihak Israel.
Kunjungan Gus Dur menyiratkan bahwa Indonesia tidak akan membiarkan Palestina berjuang di atas gelombang sendirian. Bagi Gus Dur, konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina bukan karena agama dan ideologi. Konflik antara keduanya lebih disebabkan masalah politik atau perebutan wilayah. Maka ketika konflik itu dikaitkan dengan agama, Gus Dur menolak keras.
Bahkan dalam upaya perdamaian Palestina-Israel, Gus Dur pun berkunjung ke Israel pada tahun 1994. Waktu itu ia mendapat undangan oleh PM Israel, Yitzhak Rabin, untuk menyaksian penandatanganan perjanjian damai antara Israel dan Yordania. Gus Dur juga mengapresiasi kedatangan Yitzhak Rabin ke Indonesia pada tahun 1992, ketika Presiden Soeharto menjadi Presiden RI. Tindakan ini menuai kontroversi dan kecaman di mana-mana. Padahal, kedekatan Israel dengan Indonesia diinginkan Gus Dur adalah untuk perdamaian konflik Irael-Palestina itu sendiri. “Untuk mencapai win win solutions kedua negara, kita harus sama-sama mendekati pihak yang berkonflik”. Kata Gus Dur.
Damai yang Mana?