Selasa, 26 Desember 2017

“Trump Effect” dan Peran Lobi Israel dalam Klaim Sepihak Jerusalem

Sumber Gambar: https://www.google.com/urlFdonald-trump-loves-this-freakin-video-cause-its-the-best-freakin-video&psig=AOvVaw1sLtEyTazHNOzNoHA8PjWn&ust=1514379772432432
“It’s time to officially recognise Jerusalem as the capital of Israel.”

Langkah yang dilakukan Trump sungguh tidak main-main. Ia dengan lugas dan tuntas mengucapkan sebuah kalimat kontrofersi yang akan menjadi bom waktu. Hal ini tentu memantik emosi para pemimpin negara-negara Arab, sebagian negara Eropa, dan tentu kelompok-kelompok radikalis yang memanfaatkan situasi ini untuk menyebar teror. Sementara ini, ada 12 negara baik dari wilayah Timur Tengah maupun Eropa mengecam, termasuk Presiden RI, Joko Widodo.
Melalui deklarasi Trum tersebut, secara prosedural adalah perwujudan Pemerintah AS terhadap The Jerusalem Embassy Act, tahun 1995. Undang-undang yang disahkan oleh Kongres dan didukung Partai Republik dan Demokrat itu, bertujuan untuk memulai dan mendanai pemindahan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem, paling lambat 31 Mei 1999. Presiden-presiden AS sebelum Trump tidak menindaklanjuti Undang-undang tersebut karena terbentur Perjanjian Oslo, yang salah satunya menyatakan bahwa status Jerusalem akan tergantung hasil negosiasi antara Palestina dan Israel.

Maka dengan dengan The Jerusalem Embassy Act itu, lantas Trump bukan pahlawan kesiangan yang ujuk-ujuk meratifikasi dan mengeksuki Undang-undang, akan tetapi lebih kepada kepentingan domestic politic AS dan pengaruh politiknya yang kini inward looking. Maka apa yang dikatakan Thomas L. Fruedman (Kolumnis New York Times), bahwa keputusan Tump terinspirasi untuk menyenangkan donor-donornya di Jewish Lobby, dan juga untuk menyenangkan Perdana Menteri Israel Netanyahu. Apalagi kalau dilihat, arah perpolitikan Trump juga paralel dengan Netanyahu; yakni antara Neokonservatif AS dan Yahudi Konservatif. Inilah yang berbeda dari Presiden AS sebelumnya—Barack Obama—yang pernah mengatakan Amerika tidak boleh mengikuti semua kemauan Israel.

Deklarasi tersebut bukan semata-mata hanya karena sikap Trump, yang menurut Slavok Zizek sebagai, patriarkis, memiliki selera humor rasisnya yang buruk, terlalu vulgar, dan sebagainya, tetapi juga karena lingkungan politik AS yang mendukungnya. Sistem politik demokrasi maha bebas di AS, memungkinkan keberadaaan kelompok lobi berperan dalam pembuatan kebijakan luar negeri

Cara yang dilakukan kelompok lobi Israel secara general bersifat cultural interest group, dengan metode pendekatan direct lobbying dan indirect lobbying. Lobi secara langsung dilakukan secara perorangan antara kelompok lobi dan elit politik yang menjadi perumus kebijakan. Lobi secara tidak langsung dapat dilakukan melalui rilis media, memobilisasi Konstituen untuk melakukan penekanan dan ancaman mencabut dukungan politik dan finansial bagi mereka yang tidak memiliki sikap politik pro-Israel.

Kelompok lobi Israel yang memberi pengaruh besar terhadap kebijakan luar negeri AS ke Timur-Tengah adalah yang pro-Israel. Diantaranya kelompok terkuaat adalah The American Israel Public Affairs Commitee (AIPAC), Anti-Defamation Leagua (ADL), dan The Zionist Organization of America (ZOA). Ketiganya adalah kelompok lobi yang memiliki pengaruh kuat serta dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri yang dirumuskan oleh eksekutif dan legislatif di AS. Kelompok lobi Israel memiliki peran untuk melindungi eksistensi Israel melalui kekuatan politik AS di PBB. Salah satu lobi yang pernah dilakukan adalah keputusan pemerintah Amerika menveto gencatan senjata dan menarik mundur pasukannya dari Lebanon Selatan pada saat konflik Israel-Hisbullah.

Bila dianalisis melalui pendekatan teori Pluralis, kelompok lobi Israel tersebut menggunakan isu-isu yang selalu menjadi topik khusus di Partai Republik. Secara akses poltik, kelompok Yahudi tersebut mempunyai simpatisan-simpatisan Israel yang berada di eksekutif dan Legislatif (Mearsheimer, 2008: hal: 311).

Rencana pemindahan Keduataan Besar AS di Tel Aviv dan klaim Ibu Kota Israel di Palestina, salah satu penyebabnya karena kuatnya kelompok lobi Israel, dengan interest di Timur-Tengah dan pencaplokan sepihak negara Palestina. Israel sebagai mitra strategis AS di Timur-Tengah juga memberi kemudahan dan standing place untuk menancapkan kebijakan luar negerinya. Amerika seolah mendapat tempat berteduh dari rival abadinya di negara-negara Arab.

Donald Trump sebagai agen Partai Republik berhaluan neokonservatif, sejatinya mempunyai kepentingan politik sendiri. Secara domestik ingin mempertahankan status quo di Konsituen mereka. Sedangkan secara global ingin menyebarkan demokrasi dan budaya AS melalui cara-cara yang represif. Kalau secara backroud pribadi Trump sendiri, dia dianggap oleh beberapa aktor hubungan internasional sebagai rogue actor. Tipikal pemimpin demagog, serampangan dan tidak memikirkan long consequences atas kebijakannya. Manuver politiknya adalah pandangan pribadi yang kemudian menjadi Kebijakan Luar Negeri AS.


Share:

0 komentar:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com