Rabu, 13 Juli 2016

Apalah Arti Malam bagi Penyair?




Puisi adalah sebuah karya fiksi yang begitu mistik untuk dicerna, bahasanya yang puitik, kata-katanya yang efektif, dan pengandaiannya yang sugestif memberikan rangsangan lebih terhadap pembaca untuk terus berusaha mencari tahu makna akarnya, karena seorang penyair tidak sekedar memberikan keterangan dan penjelasan kepada pembacanya tentang apa yang ingin disampaikan, tapi juga memperhitungkan keindahan bunyi, keharmonisan irama, kekayaan imaji, ketetapan simbol, rancang bangun kata-kata, dan lain sebagainya.


Seorang penyair dalam melahirkan sebuah karya puisi memerlukan perasan otak dan perhitungan yang pas, sebab untuk kemunculan ide saja tidak asal pencet sakelar, ia datang tak disangka dan hilang tak bertilas, belum lagi untuk mengeluarkan ide tersebut ke dunia nyata atau tepatnya dituliskan ke secarik kertas kosong. Kemunculan sebuah ide penyair bisa di sembarang tempat dan waktu, ia bisa hadir ketika penyair tengah di atas bus, terminal, pasar atau di dalam kamar, ia juga hadir ketika waktu senja, siang hari, atau pun tengah malam yang sangat sepi.

Menurut Matdon, membuat puisi adalah pekerjaan intelektual yang tinggi dan mumpuni. Di dalam kasta tulisan, puisi atau penyair ada di kasta paling atas, kasta kedua prosais, kasta ketiga esais, dan keempat jurnalis yang menghasilkan karya berita. Meski berada di kasta tertinggi dan sebagai kerja intelektual tertinggi, pada dasarnya setiap orang pernah membuat puisi, paling tidak membuat surat cinta. Karena dalam surat cinta biasanya dibumbui dengan kata-kata indah maka dengan dasar menulis surat cinta itu setiap orang sebenarnya punya bakat kepenyairan, yang tentu harus ditingkatkan dengan membuat puisi.

Dalam membuat puisi, lanjut Matdon, diperlukan kesabaran yang ekstra. Satu puisi bisa selesai dalam tempo sehari, sebulan, atau setahun, waktunya tak terbatas, tak ada deadline. Selain sabar dan sabar, menulis puisi harus dijalankan secara konsisten meski bukan berarti harus tiap hari membuat puisi. Kita kan bukan pabrik, timpal Matdon. Jika terlalu produktif membuat puisi justru akan terjebak ke dalam teks yang itu-itu juga alias monoton.

Dengan kata lain, menulis puisi tidak harus seketika jadi, karena harus melewati proses perenungan, kegelisahan, kesunyian, dan perasan kata-kata, ada Penyair yang mencatat dulu frame-framenya. Seperti melukis, puisi juga membutuhkan sketsa-sketsa. Bahkan sebagian penyair memerlukan ruang sunyi untuk menulis puisi, bahkan ia rela mencari tempat khusus untuk menghasilkan sebuah karya puisi.

Dunia Malam

“Ketika malam menjelang/tak ada lakon menggeliat/dan semua terdiam/semua membisu tak bersuara/” (Anwar Nories).

Dimata penyair “malam” adalah objek seserahan, objek pelepasan segala permasalahan yang dideritanya, karena sebetulnya apa yang disembunyikan malam tidak se-seram yang dibayangkan, malam menyimpan kenangan dan keindahan bagi orang yang sedang membutuhkan ketenangan atau kedamaian, malam juga akan menjadi teman terhebat untuk berbagi, malam adalah teman sharing suatu hal.

Maka ketika sebagian orang menggunakan waktu malam hanya untuk tidur, ia tidak akan menemukan dunia fantasi dan dunia imajinasi yang bersembunyi di dalamnya. Karena kalau di lihat dari sisi sains pengobatan, ketika kita tengah beraktifitas di tengah malam, dengan demikian kita akan menyedot oksigen di atmosfera bumi sekitar jam tiga pagi hingga terbit matahari, dan menggerakkan otot-otot di dalam badan kita yang akan menyegarkan badan dan melancarkan aliran darah di tubuh. Sedangkan kalau dari sisi psikologi, ketika kita melakukan sesuatu dengan reaksi otak di malam hari, kita akan mendapat energi peregangan saraf di kepala, melancarkan daya fikir otak dan dianjurkan untuk sesegera mungkin berfikir apa pun, atau sekedar merekam kembali keseharian kita.

Ada sebagian ahli sastra barat yang menceritakan mengenai pentingnya berfikir di tengah malam. “the woods are lovely, dark and dee but I have promises to keep and miles to go before I sleep” maksudnya, taman itu indah, gelap dan tebal tetapi saya mempunyai aturan yang harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum saya tidur. Dalam arti lain, boleh kita tidur di malam hari, tapi sisakanlah waktu untuk berpikir dan suatu hal yang berkenaan dengan imajinasi.

Malam dan Penyair

Kapankah waktu yang tepat untuk menulis?, kapan waktu produktif untuk menulis?. Beberapa penulis pernah mengungkapkan bahwa waktu yang tepat untuk menulis baginya adalah setelah tengah malam. Demikian juga dengan Asma Nadia. Ia sering begadang untuk menyelesaikan tulisannya. Raditya Dika juga sering mengungkapkan idenya sering berhamburan justru setelah tengah malam. Baginya suasana tengah malam yang sepi membuatnya dapat dapat berkonsentrasi untuk membuat tulisan. Ada juga seorang penulis skenario yang mengungkapkan bahwa dia menganggap menulis adalah pekerjaannya. Jadi, ia memberlakukan jam menulisnya sama dengan jam orang tahajud di tengah malam sehabis tidur sejenak.
Dan apa yang diungkapkan sekaliber penulis di atas juga seirama dengan Andrea Hirata dalam menulis tetralogi Laskar pelangi, “paling enak memang menulis saat malam telah menjelang, tidak ada lagi pekerjaan rumah yang menuntut kita untuk mengerjakannya saat malam hari, semua sudah beres saat siangnya. Aku juga terbiasa begitu, menulis saat sepi, hanya ditemani secangkir kopi dan sayup-sayup suara radio yang volumenya aku stel di posisi terendah.”

Memang kehampaan malam menjadi ihwal misteri di kalangan penulis utamanya penyair, banyak di atara mereka yang mengindikasikan malam adalah sesosok pelampiasan imajinasi dan sosok seserahan jiwa-raga, penyair mengembara di lembah malam, mencari riak-riak ide yang kemudian ia tulisankan menjadi sebuah puisi. Kehadiran puisi pun bersenyawa dengan kegelisahan, kegelisahan tercipta di tempat sunyi, dan sunyi berada di tubuh malam, malam dan penyair telah menjelma puisi.

Share:

0 komentar:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com