• Khairul Mufid Jr

    Lahir di Sumenep-Madura Pada Kalender 16 Februari 1994, Sekarang Tinggal di Yogyakarta dan Bergiat di Lesehan Sastra Kutub Yogakarta. Biasa menulis di media, seperti Jawa Pos, Suara Karya, Lampung Post, Koran Jakarta, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Koran Merapi, Tribun Jogja, Solo Pos, Riau Pos, Analisa, dll.

    Read More
  • Khairul Mufid Jr

    Lahir di Sumenep-Madura Pada Kalender 16 Februari 1994, Sekarang Tinggal di Yogyakarta dan Bergiat di Lesehan Sastra Kutub Yogakarta. Biasa menulis di media, seperti Jawa Pos, Suara Karya, Lampung Post, Koran Jakarta, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Koran Merapi, Tribun Jogja, Solo Pos, Riau Pos, Analisa, dll.

    Read More
  • Khairul Mufid Jr

    Lahir di Sumenep-Madura Pada Kalender 16 Februari 1994, Sekarang Tinggal di Yogyakarta dan Bergiat di Lesehan Sastra Kutub Yogakarta. Biasa menulis di media, seperti Jawa Pos, Suara Karya, Lampung Post, Koran Jakarta, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Koran Merapi, Tribun Jogja, Solo Pos, Riau Pos, Analisa, dll.

    Read More
  • Khairul Mufid Jr

    Lahir di Sumenep-Madura Pada Kalender 16 Februari 1994, Sekarang Tinggal di Yogyakarta dan Bergiat di Lesehan Sastra Kutub Yogakarta. Biasa menulis di media, seperti Jawa Pos, Suara Karya, Lampung Post, Koran Jakarta, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Koran Merapi, Tribun Jogja, Solo Pos, Riau Pos, Analisa, dll.

    Read More
  • Khairul Mufid Jr

    Lahir di Sumenep-Madura Pada Kalender 16 Februari 1994, Sekarang Tinggal di Yogyakarta dan Bergiat di Lesehan Sastra Kutub Yogakarta. Biasa menulis di media, seperti Jawa Pos, Suara Karya, Lampung Post, Koran Jakarta, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Koran Merapi, Tribun Jogja, Solo Pos, Riau Pos, Analisa, dll.

    Read More
  • Khairul Mufid Jr

    Lahir di Sumenep-Madura Pada Kalender 16 Februari 1994, Sekarang Tinggal di Yogyakarta dan Bergiat di Lesehan Sastra Kutub Yogakarta. Biasa menulis di media, seperti Jawa Pos, Suara Karya, Lampung Post, Koran Jakarta, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Koran Merapi, Tribun Jogja, Solo Pos, Riau Pos, Analisa, dll.

    Read More

Rabu, 30 November 2016

Kuba pada Persimpangan Jalan

Google.com
Sang Comandante Fidel Alejandro Castro Ruz, telah meninggal dunia pada jumat (25/11) pukul 10:30 malam waktu setempat. Kuba tidak lagi memiliki El jeve maximo, seorang pemimpin, bos, revolusioner, dan komandan tertinggi yang menakhodai Kuba dari 02 Desember 1976 sampai 24 Februari 2008. Ia meninggal pada usia ke-90, karena sakit yang dideritanya selama satu dekade rakhir.
Pada 24 Februari 2008, sebelum ajal menjemputnya, Fidel menyerahkan tampuk kekuasaan kepada adik kandungnya Raul Castro (85), yang usianya juga telah lanjut. Selain meneruskan estafet kediktatoran kakaknya, Raul Castro adalah politikus gerontokrat yang sulit dihapuskan dari ingatan Los Cubanos (Masyarakat Kuba), karena ia juga terlibat dalam revolusi Kuba tahun 1959.

Sejak kemenangan Revolusi Kuba, 01 Januari 1959, Fidel Castro bisa dibilang kepala pemerintahan terlama di dunia yakni hampir lima dekade. Meskipun tidak selama Raja Bhumibol dan Ratu Elizabeth II,  Fidel menjadi pesohor terakhir, sebagai pengawal komunisme internasional sepanjang abat ke-20 dan awal abad ke-21. Pesohor lainnya, katakanlah Mao Zedong (China), Ho Chi Minh (Vietnam), dan sahabat karibnya Che Guevara (Kuba) telah lama mangkat mendahuluinya.

Ucapan simpati dan dukacita berdatangan dari berbagai belahan dunia. Dari Amerika Serikat, Obama dan mantan Presiden Jimmy Carter menyatakan duka citanya dan mendeskripsikan kenangan nostalgiknya ketika berkunjung ke Kuba. Ucapan dukacita juga datang dari Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto, Presiden Venezuela Nicolas Maduro, dan Presiden Indonesia Joko Widodo. Sedangkan presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump menyatakan dalam Twitter dengan kalimat singkat yang terkesan sarkas: “Fidel Castro is dead..!”.

Kematian Fidel menyisakan ambivalensi global, terutama bagi rakyat Kuba yang “mencintai” dan yang “membenci”. Bayangkan saja, ketika rakyat Kuba yang mencintai tengah berlinang air mata, kelompok  pembenci tengah bersorak gembira merayakan meninggalnya Fidel Castro yang telah menginjak hak asasi rakyat selama 50 tahun lebih. Kelompok pembenci ini adalah komunitas pelarian Kuba (Cuban Exile), yang eksodus ke beberapa negara bagian Amerika Serikat, Florida salah satunya. 

Dunia mengakui kalau sosok Fidel adalah simbol terpenting perlawanan kaum minoritas dan tertindas akibat penjajahan. Hingga menjelang akhir hayatnya, Fidel secara konsisten tetap menyuarakan perlawanan terhadap upaya kekuatan asing, terutama Amerika Serikat yang mengeruk kekayaan dan merenggut peradaban Kuba sebelum revolusi 1959. Karena menurut Fidel; “Revolusi bukanlah tempat tidur bertabur mawar merah. Revolusi adalah perjuangan mati-matian antara masa lalu dan masa depan” (penggalan pidatonya, pada Januari 1961). 

Selama hidupnya Fidel Castro, tercatat ada 638 kali upaya pembunuhan Fidel dilakukan. Namun, hingga terjadi 10 kali pergantian Presiden Amerika Serika dari Kennedy sampai Barrack Obama, Fidel tetap selamat dan posisinya tetap tak tergoyahkan.

Maka setelah kematian Fidel Castro banyak spekulasi berhamburan tentang masa depan Kuba. Akankah halaman sejarah Kuba berubah?. Benarkah revolusi akan tinggal nama?. Dan seperti apa masa depan hubungan Kuba-Amerika Serikat yang dulu sempat harmonis ketika masa pemerintahan Fulgencio Batista.

Era Keterbukaan

Pada tanggal 03 Desember 1961, Amerika Serikat mengembargo Kuba. Tapi Fidel tak gentar, dan ketika Fidel melakukan kunjungan luar negeri pertamanya sebagai Presiden Kuba ke Amereka Serikat. Ia bersikap tegas dan berpaling ke Uni Soviet yang pada saat itu juga merupakan salah satu spektrum dunia.

Tapi, malapetaka datang ketika di tahun 1991 Uni Soviet runtuh dan menyebabkan krisis multidimensional. Laiknya Domino Hill yang roboh, imbasnya pun menimpa Kuba. Puncaknya, ketika Presiden Gorbachev (Rusia) menghentikan subsidi dari Moskwa ke Havana. Kasus itu membuat Kuba makin terpuruk dan mengalami kesulitan pasokan makanan. Fidel hanya mencanangkan dimulainya “periode spesial” dimana dia meminta rakyatnya untuk bersabar dan lebih mengencangkan ikat pinggang.  Tapi Rakyat merespon negatif, maka meletuslah demonstrasi dimana-mana, yang menuntut Fidel turun gunung, lengser dari presiden.

Fidel memang penuh teka-teki, ia sempat menyatakan bahwa tidak perlu menjalin hubungan perdagangan dengan Amerika Serikat. Namun pada tahun 1993, ketika Kuba memang benar-benar bergejolak, keadaan memaksa Fidel melegalkan Rakyat Kuba memegang dollar AS, yang dibelanjakan para wisatawan atau kiriman dari para keluarga pelarian Kuba yang di Amerika Serikat.

Maka setelah kematian Fidel, dan Kuba di bawah kendali Raul, banyak restorasi kebijakan untuk mendongkrak krisis internal Kuba. Salah satunya usaha normalisasi hubungan AS-Kuba yang sepakat untuk bersama-sama menggalang hubungan diplomatik, membuka jalan normalisasi hubungan bilateral di akhir bulan Desember 2014.

Hal ini ditandai dengan membebaskan tiga personil intelijen Kuba yang ditangkap, dan Kuba membebaskan mata-mata berkewarganegaraan Amerika Serikat yang telah ditahan selama 20 tahun. Kemudian dilanjutkan pembukaan kedutaan besar di Havana dan Washinton pada tanggal 20 Juli 2015. 

Role Dilemma

Setelah kematian Fidel Castro, banyak pengamat memprediksi masa depan Kuba menjadi misteri dan semi abu-abu. Kuba sekarang mengalami Vacum of Power,hilangnya seorang pemersatu yang disegani. Atas nama rakyat yang bingung, maka tak ayal mereka tengah tiba di persimpangan jalan, dan menuntut mereka untuk lekas memilih jalan kanan atau jalan kiri.

Mereka merasakan Role Dilemma (dilema untuk berperan dan dilema yang ganda). Dalam artian, rakyat dilema untuk mengikuti nakhoda Raul Castro yang cenderung ke-kanan-kananan. Atau mempertahankan identitasnya sebagai negara sosialis satu-satunya di Westren Hemisphere (belahan bumi barat).

Menurut Richard L Harris (1992), Rakyat Kuba sampai kapanpun akan terngiang-ngiang dengan penegasan Fidel bahawa komitmen Negara Kuba tidak akan mengadopsi jenis reformasi ekonomi-politik Amerika, bekas Uni Soviet, Eropa, bahkan dari negara dan kawasan manapun.

Memang komitmen Fidel tidak tanggung-tanggung. Ia berkomitmen untuk menyejahterakan rakyat, sehingga mencanangkan lahirnya masyarakat Kuba (Los Cubanos) yang baru dan beradap. Dari peningkatan kualitas pendidikan, jaminan kesehatan, dan pengadaan perumahan  menjadi prioritas bagi masyarakat. Meski Kuba pernah krisis akut usai hancurnya Uni Soviet, Fidel mampu mengangkat likuiditas keuangan, meningkatkan insentif buruh, dan menangani kelangkaan makanan, barang-barang konsumen, dan jasa (Nur Iman Subono, 2006).   

Inilah yang membuat Rakyat Kuba harus berfikir dua kali, tentang berbagai perombakan tatanan Kuba yang kadung dilakukan Raul Castro. Rakyat masih meyakini, bahwa kesejahteraan di era Fidel tidak akan didapatkan dari pemimpin demokratis manapun. Apalagi Raul telah mengumumkan pengunduran dirinya di tahun 2018. Lebih jauh lagi terpilihnya Donald Trum tentunya akan membuka halaman baru Hubungan Amerika Serika-Kuba yang lebih eksentrik.




Share:

Jumat, 25 November 2016

Sekaten, Kisah Sukses Akulturasi Budaya

Tradisi Sekaten dirayakan kembali tahun ini, sebuah momentum luhur yang sangat dinanti masyarakat kota Madya Yogyakarta. Setiap tahunnya limpahan masyarakat memadati area Keraton Yogyakarta. Apalagi pengunjung Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS), yang digelar di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta tak pernah surut setiap malamnya. Dengan semangat religius, historis, dan kultural yang diusungnya, perayaan Sekaten dimaknai sebagai kristalisasi budaya, islamisasi, keramaian, pesta rakyat, hiburan dan menjadi ritual wajib masyarakat Yogyakarta setiap tahunnya.

Tradisi Sekaten berawal dari bangkitnya Islam di Jawa pada abad ke-16. Waktu itu Kerajaan Demak berhasil mengakuisisi kekuasaan di Pulau Jawa setelah Kerajaan Majapahit runtuh. Dalam perkembangannya, perayaan Sekaten kemudian dipopulerkan oleh Sunan Kalijaga dan para Walisongo. Para Wali ini berhasil menyatupadukan budaya setempat dengan nilai-nilai keislaman. Utamanya menggunakan kesenian karawitan (Gamelan Jawa) untuk memikat hati masyarakat.

Perayaan Sekaten diselenggarakan pada bulan Rabiul Awal, tanggal 06 sampai dengan 12, bersamaan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sedangkan pasar malam Sekaten sendiri berlangsung satu purnama penuh sebelum 12 Rabiul Awal. Selain PMPS, ada rentetan acara didalamnya yang tidak bisa dilewatkan. Seperti; Miyos Gongso dan Ungeling Gamelan, Numplak Wajik, Kinang (Jawa: nginang), Gunungan atau Gerebeg Maulud, dan makanan-mainan khas Sekaten seperti (telur asin, pecut, celengan, endog abang, gasing), yang kemudian bertranformasi kini menjadi PMPS yang lebih komersial dan hedonis.
Share:

Selasa, 15 November 2016

Dari Fundamentalisme ke Radikalisme

Google.com
 “Kita tengah berduka, kita telah lama terluka”. Begitulah anasir yang pas untuk mendiskripsikan suasana batin Umat Islam sedunia saat ini. Peradaban Islam telah hancur, perang saudara tak kunjung final, dan Barat terus mengintai, seolah-seolah mengulurkan tangan padahal tertawa di puncak gedung bertingkat nan megah itu. Maka tak ayal kalau sifat reaksionis umat Islam berbau kekerasan terjadi dimana-mana. Fundamentalisme dan radikalisme salah satunya.

Fundamentalisme adalah istilah relatif baru dalam kamus peristilahan Islam. Karena secara historis penggunaan istilah ini berkait-kelindan dengan kebangkitan fundamentalisme  dalam gereja Protestan, khususnya di Amerika Serikat dan Kanada sebagai reaksi terhadap gerakan reformisme dan liberalisme.

Istilah “Fundamentalisme Islam” sendiri mulai populer beriringan dengan terjadinya Revolusi Islam Iran pada 1979, yang memunculkan kekuatan muslim radikal dan fanatik yang siap mati melawan the great Satan, Amerika Serikat. Kemudian sejak runtuhnya komunisme pada tahun 1991, Barat menjadikan agama Islam (secara umum) dan kelompok Fundamentalisme (secara khusus) sebagai musuh dan target baru, serta memusatkan politik luar negeri mereka kepadanya. Apalagi makin kesini, Barat mulai menancapkan sistem pemerintahan demokrasi, ideologi liberal, ekonomi kapitalis, serta isu sektarianisme.

Fundamentalisme Islam juga masyhur dengan istilah ushuliyyun, yakni kelompok yang berpegang kepada fundamen-fundamen pokok Islam sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Dalam kaitan ini pula digunakan istilah al-Ushuliyyah al-Islamiyyah, yang mengandung pengertian kekuasaan politik ummah: dan pengukuhan dasar-dasar otoritas yang absah. Formulasi ini seperti terlihat lebih menekankan dimensi politik gerakan Islam, ketimbang aspek keagamaannya. (Azyumardi Azra, Pergolokan Politik Islam, 1996. Hal:109)

Menurut sosiolog agama, Marty, gejala Fundamentalisme Islam muncul dengan berbagai prinsip: pertama, Fundamentalisme Islam bersifat oppositionalism (paham perlawanan). Kedua, penolakan terhadap hermeneutika. Dengan kata lain, kaum Fundamentalis menolak sikap kritis terhdap teks dan interpretasinya. Ketiga, penolakan terhadap pluralisme dan relativisme. Bagi kaum Fundamentalisme, pluralisme merupakan hasil dari pemahaman dan sikap keagamaan yang tidak selaras dengan pandangan kaum Fundamentalis merupakan bentuk dari relativisme keagamaan, yang terutama muncul tidak hanya dari intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi juga karena perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali agama.

Dan yang keempat, adalah penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis. Kaum fundamentalis berpandangan, bahwa semakin jauh masyarakat dari doktrin literal kitab suci. Perkembangan masyarakat dalam sejarah dipandang sebagai “as it should be” bukan “as it is”. Dalam kerangka ini, adalah masyarakat yang harus menyesuaikan perkembangannya, kalau perlu secara kekerasan dengan teks kitab suci. Bukan sebaliknya, teks atau penafsirannya yang mengikuti perkembangan masyarakat.

Fundamentamentalisme Islam Pra-Modern dan Modern

Fundamentalisme Pra-Modern, muncul disebabkan situasi dan kondisi tertentu di kalangan umat Islam sendiri. Karena itu, ia lebih genuine dan inward oriented, berorientasi ke dalam diri kaum Muslim sendiri. Seperti tentang gerakan Khawarij yang dapat diebut sebagai gerakan Fundamentalis Islam klasik, yang pada gilirannya mempengaruhi banyak gerakan Fundamentalis Islam sepanjang sejarah. Gerakan Khawarij yang muncul dari pertikaian Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah ibn Abi Sufyan, terkenal dengan prinsip-prinsip radikal dan ekstrim; bagi mereka tidak ada hukum, kecuali hukum Allah SWT.

Kemudian gerakan Fundamentalis Pra-Modern lainnya seperti gerakan Wahabi di semenanjung Arabia (1703). Di Nigeria Utara, Syaikh “Utsman” dan Fodio (1754-1817) yang melancarkan aksi jihad memerangi penguasa Muslim dan pendukungnya yang korupsi, dan mencampur-adukkan budaya lokal dengan praktek-praktek Islam. Gerakan jihat juga muncul di Afrika Barat, di bawah pimpinan al-Hajj Umar Tal (1794-1865). Gerakan Fundamentalisme Umar Tal juga menyebar di wilayah-wilayah yang sekarang termasuk Guinea, Senegal, dan Mali. Bahkan gerakan Fundamentalis yang mirip dengan Wahabi juga telah muncul di Indonesia, dikenal dengan Gerakan Padri Minangkabau.

Sedangkan Fundamentalisme Modern lebih outward oriented, berorientasi ke/dari luar kaum Muslim sendiri, ia bangkit sebagai reaksi terhadap penetrasi sistem dan nilai sosial, budaya, politik, dan ekonomi Barat, baik akibat kontak langsung dengan Barat maupun melalui pemikir Muslim, tegasnya kelompok modernis, westernis, sekularis dan atau kelompok Muslim yang menurut kaum Fundamentalis merupakan perpanjangan mulut dan tangan Barat. Seperti contoh, gerakan kaum muda Mesir al-Ikhwan al-Muslimun (IM) pada tahun 1928. Didirikan oleh Hasan al-Banna, seorang Muballigh Mesir.

Gerakan IM adalah politik yang muncul sebagai usaha untuk merespon aneksasi barat, utama Inggris ketika diterbitkannya “Balfour Declaration” pada 02 November 1917. IM mempunyai ideologi total dan komprehensif terhadap barat. Program IM antara lain: Islam memancar dari dua sumber fundamental, yakni al-Qur’an dan al-Hadits. Program internasionalisasi organisai guna membebaskan seluruh wilayah Muslimin dari kekuasaan dan pengaruh asing. Kemudian membangun di wilayah Muslimin yang telah dibebaskan itu pemerintahan Islam, yang mempraktekkan prinsip-prinsip Islam.

Maka setelah kemunculan IM bermunculan gerakan-gerakan Fundamentalisme modern, seperti Kelompok Habib, dan Hizbut Tahrir, yang menginginkan khilafah tapi menolak menempuh jalur politik. Konsep ideologi mereka lebih condong soft dengan dasar pemikiran adalah “mengislamkan” masyarakat umum di mana bila tercapai maka khilafah akan terbentuk dengan sendirinya.  Kelompok kami tidak punya data cukup memadai tentang kelompok ini dan jalurnya dengan organisasi di Indonesia.

Maka dari segala aneka gerakan tersebut, pada abad 21 ini. Gerakan Fundamentalisme Islam bermetamorfosis, atau menjadi cikal-bakal menjadi gerakan radikalis yang tentunya lebih anarkis dan lebih menakutkan. Seperti kelompok terror yang hangat di telinga kita kempok Al-Qaeda, Boko Haram, atau ISIS di Iraq dan Suriah yang sampai saat ini masih ada. 

*)Disampaikan dalam Kajian Ilmiah PPM. Hasyim Asy'ari Yogyakarta

   
   



   
   
Share:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com