Selasa, 15 November 2016

Dari Fundamentalisme ke Radikalisme

Google.com
 “Kita tengah berduka, kita telah lama terluka”. Begitulah anasir yang pas untuk mendiskripsikan suasana batin Umat Islam sedunia saat ini. Peradaban Islam telah hancur, perang saudara tak kunjung final, dan Barat terus mengintai, seolah-seolah mengulurkan tangan padahal tertawa di puncak gedung bertingkat nan megah itu. Maka tak ayal kalau sifat reaksionis umat Islam berbau kekerasan terjadi dimana-mana. Fundamentalisme dan radikalisme salah satunya.

Fundamentalisme adalah istilah relatif baru dalam kamus peristilahan Islam. Karena secara historis penggunaan istilah ini berkait-kelindan dengan kebangkitan fundamentalisme  dalam gereja Protestan, khususnya di Amerika Serikat dan Kanada sebagai reaksi terhadap gerakan reformisme dan liberalisme.

Istilah “Fundamentalisme Islam” sendiri mulai populer beriringan dengan terjadinya Revolusi Islam Iran pada 1979, yang memunculkan kekuatan muslim radikal dan fanatik yang siap mati melawan the great Satan, Amerika Serikat. Kemudian sejak runtuhnya komunisme pada tahun 1991, Barat menjadikan agama Islam (secara umum) dan kelompok Fundamentalisme (secara khusus) sebagai musuh dan target baru, serta memusatkan politik luar negeri mereka kepadanya. Apalagi makin kesini, Barat mulai menancapkan sistem pemerintahan demokrasi, ideologi liberal, ekonomi kapitalis, serta isu sektarianisme.

Fundamentalisme Islam juga masyhur dengan istilah ushuliyyun, yakni kelompok yang berpegang kepada fundamen-fundamen pokok Islam sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Dalam kaitan ini pula digunakan istilah al-Ushuliyyah al-Islamiyyah, yang mengandung pengertian kekuasaan politik ummah: dan pengukuhan dasar-dasar otoritas yang absah. Formulasi ini seperti terlihat lebih menekankan dimensi politik gerakan Islam, ketimbang aspek keagamaannya. (Azyumardi Azra, Pergolokan Politik Islam, 1996. Hal:109)

Menurut sosiolog agama, Marty, gejala Fundamentalisme Islam muncul dengan berbagai prinsip: pertama, Fundamentalisme Islam bersifat oppositionalism (paham perlawanan). Kedua, penolakan terhadap hermeneutika. Dengan kata lain, kaum Fundamentalis menolak sikap kritis terhdap teks dan interpretasinya. Ketiga, penolakan terhadap pluralisme dan relativisme. Bagi kaum Fundamentalisme, pluralisme merupakan hasil dari pemahaman dan sikap keagamaan yang tidak selaras dengan pandangan kaum Fundamentalis merupakan bentuk dari relativisme keagamaan, yang terutama muncul tidak hanya dari intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi juga karena perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali agama.

Dan yang keempat, adalah penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis. Kaum fundamentalis berpandangan, bahwa semakin jauh masyarakat dari doktrin literal kitab suci. Perkembangan masyarakat dalam sejarah dipandang sebagai “as it should be” bukan “as it is”. Dalam kerangka ini, adalah masyarakat yang harus menyesuaikan perkembangannya, kalau perlu secara kekerasan dengan teks kitab suci. Bukan sebaliknya, teks atau penafsirannya yang mengikuti perkembangan masyarakat.

Fundamentamentalisme Islam Pra-Modern dan Modern

Fundamentalisme Pra-Modern, muncul disebabkan situasi dan kondisi tertentu di kalangan umat Islam sendiri. Karena itu, ia lebih genuine dan inward oriented, berorientasi ke dalam diri kaum Muslim sendiri. Seperti tentang gerakan Khawarij yang dapat diebut sebagai gerakan Fundamentalis Islam klasik, yang pada gilirannya mempengaruhi banyak gerakan Fundamentalis Islam sepanjang sejarah. Gerakan Khawarij yang muncul dari pertikaian Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah ibn Abi Sufyan, terkenal dengan prinsip-prinsip radikal dan ekstrim; bagi mereka tidak ada hukum, kecuali hukum Allah SWT.

Kemudian gerakan Fundamentalis Pra-Modern lainnya seperti gerakan Wahabi di semenanjung Arabia (1703). Di Nigeria Utara, Syaikh “Utsman” dan Fodio (1754-1817) yang melancarkan aksi jihad memerangi penguasa Muslim dan pendukungnya yang korupsi, dan mencampur-adukkan budaya lokal dengan praktek-praktek Islam. Gerakan jihat juga muncul di Afrika Barat, di bawah pimpinan al-Hajj Umar Tal (1794-1865). Gerakan Fundamentalisme Umar Tal juga menyebar di wilayah-wilayah yang sekarang termasuk Guinea, Senegal, dan Mali. Bahkan gerakan Fundamentalis yang mirip dengan Wahabi juga telah muncul di Indonesia, dikenal dengan Gerakan Padri Minangkabau.

Sedangkan Fundamentalisme Modern lebih outward oriented, berorientasi ke/dari luar kaum Muslim sendiri, ia bangkit sebagai reaksi terhadap penetrasi sistem dan nilai sosial, budaya, politik, dan ekonomi Barat, baik akibat kontak langsung dengan Barat maupun melalui pemikir Muslim, tegasnya kelompok modernis, westernis, sekularis dan atau kelompok Muslim yang menurut kaum Fundamentalis merupakan perpanjangan mulut dan tangan Barat. Seperti contoh, gerakan kaum muda Mesir al-Ikhwan al-Muslimun (IM) pada tahun 1928. Didirikan oleh Hasan al-Banna, seorang Muballigh Mesir.

Gerakan IM adalah politik yang muncul sebagai usaha untuk merespon aneksasi barat, utama Inggris ketika diterbitkannya “Balfour Declaration” pada 02 November 1917. IM mempunyai ideologi total dan komprehensif terhadap barat. Program IM antara lain: Islam memancar dari dua sumber fundamental, yakni al-Qur’an dan al-Hadits. Program internasionalisasi organisai guna membebaskan seluruh wilayah Muslimin dari kekuasaan dan pengaruh asing. Kemudian membangun di wilayah Muslimin yang telah dibebaskan itu pemerintahan Islam, yang mempraktekkan prinsip-prinsip Islam.

Maka setelah kemunculan IM bermunculan gerakan-gerakan Fundamentalisme modern, seperti Kelompok Habib, dan Hizbut Tahrir, yang menginginkan khilafah tapi menolak menempuh jalur politik. Konsep ideologi mereka lebih condong soft dengan dasar pemikiran adalah “mengislamkan” masyarakat umum di mana bila tercapai maka khilafah akan terbentuk dengan sendirinya.  Kelompok kami tidak punya data cukup memadai tentang kelompok ini dan jalurnya dengan organisasi di Indonesia.

Maka dari segala aneka gerakan tersebut, pada abad 21 ini. Gerakan Fundamentalisme Islam bermetamorfosis, atau menjadi cikal-bakal menjadi gerakan radikalis yang tentunya lebih anarkis dan lebih menakutkan. Seperti kelompok terror yang hangat di telinga kita kempok Al-Qaeda, Boko Haram, atau ISIS di Iraq dan Suriah yang sampai saat ini masih ada. 

*)Disampaikan dalam Kajian Ilmiah PPM. Hasyim Asy'ari Yogyakarta

   
   



   
   
Share:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com