Senin, 06 Maret 2017

Puisi-puisi Istianatul Mubarakah*

Ya Salman

Ahlan Wa Sahlan Ya Salman

Mendengar dan mengkaji kedatanganmu, kita terpagut
Bukan kekayaan dan kesohoranmu
Tapi dahaga kerinduan yang membuncah sejak 47 tahun
Seperti hutang, seperti dendam, rindu harus terbayarkan

Barangkali bukan embel-embel invetasi dolaran
Barangkali bukan narasi kemewahan
Tapi egkau bersedia membuka dan menjalin hubungan dengan yang lain
Meski bukan satu keyakinan

Era keterbukaan pemimpin dua masjid
Era penghapusan warisan kekolotan

Engkau dan bangsamu di sana
Engkau dan keanjlokan minyakmu
Mau tak mau harus bergerilya mencari oasis di tengah padang
Konflik kawasan dan jutaan nyawa melayang
Mau tak mau, kau harus datang kemari
Untuk keyakinan yang lebih moderat

Ahlan Wa Sahlan Ya Salman

Pamekasan, 2017


Maaf

Maaf yang kau utarakan itu..
Tak pantas ada
Kau tak perlu minta maaf
Kau tetap ada
Maafmu, sakitku, dan sakitnya telah memasung
Gerbang-gerbang cinta
Yang telah lama dibangun dan dibangun kembali

Bila maaf adalah maujud penyesalan
Maka biarkan ia mencari luka-luka
Yang tertimbun di padang Karbala
Biakan ia mencari dara-darah usang
Yang mengental di Madway, Okinawa, dan Pearl Harbor

Tak ada jaminan, meski kau mencium kaki budakmu.

Pamekasan, 2017


Dramaturgi

Pagi yang gugup utuk memulai kebiasaan lama
Kebiasaan yang selalu kucoba dengan debar baru
Tak habis pikir, ketika semangat dikalahkan badai
Atau gelombang lautan yang terus menenggelamkan

Inilah semesta duka, meski tak sedahsyat kawan di tengah samudera itu
Tapi bak pusaran dan gemuruh ombak itu aku hanyut
Pada apa lagi aku harus bermetafor kalau bukan pada kata
Manusia laksana serigala bagi manusia lainnya, kata Hobbes
Manusia merasa ada kalau ia tertawa
Karena keberlimpahan cinta, harta, dan tahta
Padahal tak…

Apa yang kita buru di tengah samudera kehidupan
Kalau bukan rindu dan air mata

Pamekasan, 2017


Dunia Kedap Luka

Berjuta nyawa melayang, berjuta zaman tumbang
Berjibun luka mengendap, berbagai perasaan terpasung
Inikah dramaturgi?

Gedung-gedung dibangun, jalan diaspal
Masjid da gereja dimegahkan
Rumah-rumah di tingkat
Muda-mudi melepas remajanya
Laki-perempuan melepas usianya
Tapi kecongkaan dan keegoisan jarang disinggung
Apakah yang kau-aku cari pada dunia kedap luka ini
 
Pamekasan, 2017



Penjara Nawang

Penjara langit sembunyikan musim
Dalam hari-hari tempat ku puja
Hingga malam berganti biasa bermimpi
Aku dahaga
Ronta laun sendiri meranggas

Kapan kemarau mengubah embun
Dengan bahasa-bahasa langit
Yang kau sebut penjara nenek moyangmu
Dan besi tua yang menyaksikanku
Di ujung celah dinding itu.





*)Istianatul mubarakah, Mahasiswi Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Madura (UIM).
Share:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com