Jumat, 31 Maret 2017

Jalan Diplomasi “Terra Incognita” Bung Karno

Sumber Gambar: Koleksi Pribadi
Selain konsep “Bebas Aktif,” politik luar negeri Indonesia pada awal kemerdekaan menggunakan taktik bersahabat dengan para pemimpin dunia. Politik luar negeri Indonesia adalah “Terra Incognita” kata Rosihan Anwar, sebuah diskursus politik yang tidak kelihatan/dikenal. Dilihat dari pernyataan pidato-pidato para pemimpin bangsa saat itu juga tidak banyak menyinggung masalah politik luar negeri. Seperti pidato Founding Fathers Bung Karno, Syahrir dan Hatta.

Selain menggunakan fisik (militer), Indonesia juga menggunakan jalur diplomasi sebagai cara ampuh untuk menggalang dukungan dari dunia internasional. Karena diplomasi, menurut Syahrir adalah cara yang paling tepat mengingat kondisi dalam negeri yang masih lemah serta konstelasi politik internasional yang didominasi oleh dua negara great powers Amerika Serikat dan Uni Soviet ketika Perang Dingin (Suryadinata:1998).

Jalur diplomasi yang dipilih Indonesia, tidak memihak ke Timur (Uni Soviet) dan Barat (Amerika Serikat) akhirnya menginesiasi Gerakan Non-Blok pada tahun (1955) bersama negara ketiga lainnya. Bung Karno sebagai presiden sekaligus diplomat Indonesia, tidak tanggung-tanggung menjalin hubungan dengan negara-negara dunia ketiga untuk menentang kolonialisme, neo-kolonialisme, apartheid, rasisme, dan imperialisme.

Buku Dunia dalam Genggaman Bung Karno yang ditulis Diplomat Kemlu, Sigit Aris Prasetyo ini menarasikan kemesraan dan jalan diplomasi “diam-diam” Bung Karno dengan beberapa pemimpin-pemimpin dunia. Buku ini adalah buku kedua Sigit yang membahas suksesor Presiden Ir. Soekarno. Buku pertama terbit dengan judul “Go to Hell with Your Aid: Pasang Surut Hubungan Sukarno dengan Amerika.” Saat ini penulis tengah merampungkan tulisan berikutnya, yaitu “Indonesia-AS: Hegemoni dan Politik Bebas Aktif,” dan “Membedah Revolusi Mental ala Sukarno.” 

Dalam penjabaran yang tidak kaku—ditopang pengalaman penulis dalam ilmu hubungan internasional—buku ini banyak membahas jalan diplomasi dan kedekatan Bung Karno dengan tokoh-tokoh dunia. Dalam pernyataannya, Bung Karno menyebut 2/3 negara-negara di dunia pernah dikunjunginya. Alasannya sederhana, “karena aku pada dasarnya ingin berkawan, aku ingin Indonesia dikenal orang. Aku ingin dunia tahu, bagaimana rupa orang Indonesia, dan melihat bahwa kami bukan lagi bangsa yang tolol, seperi orang-orang Belanda berulang-ulang menyebut kami.”

Di balik sifat agresor dan revolusionernya, Bung Karno ternyata memendam sifat humanis, dengan pendekatan bersahabat dan berkawan yang luar biasa dengan orang lain. Ada momentum unik ketika Presiden Rusia, Nikita Krushchev melakukan kunjungan ke Indonesia pada tanggal 27 Februari hingga 02 Maret 1960. Ketika Krushchev di Istana Tampaksiring, Kabupaten Gianyar Bali, ada momen kedekatan yang berhasil diabadikan, yaitu saat Bung Karno dan Presiden Krushchev melakukan “sambung rokok” setelah jamuan makan malam. Dalam budaya Rusia, saat kedua sahabat telah minum “Vodka” atau “sambung rokok” menandakan telah mencapai level persahabatan “wahid” atau saling percaya. Maka tak ayal dengan medium persahaban itu, Bung Karno berhasil membujuk Krushchev untuk memberi bantuan ekonomi senilai US$ 250 juta selama tujuh tahun dengan bunga 2,5% kepada Indonesia (hal. 44).

Menurut catatan Michael Leifer, Rusia juga memberi bantuan senjata kepada Indonesia yang tengah menghadapi Belanda. Jika dihitung-hitung, Indonesia saat itu sebagai negara non komunis yang menerima bantuan militer tersebasar dari Uni Soviet. Indonesia juga sebagai penerima bantuan ekonomi terbesar setelah India dan Mesir. Kedekatan Bung Karno dengan Krushchev membuat Amerika geram dan cemburu.

Diplomasi Terra Incognita Bung Karno juga menyasar negara super power Amerika Serikat. Makna kunjungan Bung Karno ke Amerika Serikat pada awal Januari 1961, adalah momentum dan peluang luar biasa Indonesia untuk menjalin kerja sama. Bung Karno disambut luar biasa di bandara Washington DC oleh Presiden John F. Kennedy. Pada  tahun yang sama J.F. Kennedy pernah berujar: “Presiden Sukarno, I admire you greatly. Like myself you a searching, inquiring mind. You’ve read everything. You’re very well informed.”

Dari lawatan itu pula Indonesia mendapat bantuan ekonomi, dan pengiriman Peace Corps sebagai misi Amerika dalam upaya “Spirit of the New Frontier” dan dalam jangka panjang untuk membendung komunisme di Indonesia. Dari kedekatan kedua Fajar itu, Indonesia dapat membeli 10 pesawat Hercules tipe B ke Amerika. Dan Indonesia menjadi negara pertama di luar Amerika Serikat yang mengoperasikan pesawat angkut C-130.

  Persahabatan Bung Karno dengan Jawaharlal Nehru (Perdana Mentri India) juga tidak bisa dilupakan. Bung Karno dan Nehru ibarat saudara kandung satu peradaban. Keduanya memiliki hubungan personal yang dekat secara ideologi dan fisik. Kedekatan mereka seperti kakak-adik. Saat Indonesia masih dalam bayang-bayang Belanda pada tahun 1947-1948, Nehru dan rakyat India memberikan dukungan dan simpati. Bahkan nehru salah satu pemimpin dunia yang menentang keras Belanda dan Inggris. Nehru juga memberikan bantuan obat-obatan untuk mengurangi penderitaan rakyat Indonesia yang tengah diblokade Belanda. Maka sebagai balasan, pada tanggal 20 Agustus 1946, Bung Karno mengirimkan bantuan 500 ribu ton beras kepada India saat India dilanda kelaparan berkepanjangan. Padahal kondisi Indonesia tengah terseok-seok menata peradaban (hal. 82). 

Selanjutnya, persahabatan yang mendebarkan adalah persahabatan Bung Karno dengan Kim Il-Sung (orang nomor satu Korea Utara), ayah King Jong-Il dan kakek King Jong-un (Presiden Korut sekarang). Persahabatan Bung Korno dengan Kim Il-Sung tergolong langka, karena Korut selalu menutup diri dari dunia internasional, Korut hanya berteman dengan negara-negara tertentu. Tiongkok dan Vietnam misalnya. Alasan Korut menerima Indonesia, karena kedua negara memiliki kesamaan misi seperti menentang praktek kolonialisme dan imperialisme, dan pentingnya kemandirian suatu bangsa.  

Jalan diplomasi Bung Karno bisa diterapkan oleh pemangku kebijakan saat ini. Sikap visioner dan agresor Bung Karno adalah harga mati untuk kedaulatan bangsa Indonesia. Bung Karno adalah pahlawan dunia karena visinya “To Build the World Anew.” Seperti hakikat kemerdekaan, jalan diplomasi adalah jalan lurus menuju kemenangan.


Judul Buku        : Dunia dalam Genggaman Bung Karno
Penulis               : Sigit Aris Prasetyo
Cetakan              : I: Februari 2017
Penerbit              : Imania
ISBN                  : 978-602-7926-33-2
Tebal Halaman   : 354
Peresensi            : Khairul Mufid



















Share:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com