Sebelum dia dapat menatap
langit
Ya, dan berapa telinga
harus dipasangkan
Agar dia mampu mendengar
ratap dan tangisan
Ya, dan berapa banyak
manusia dibunuhi
Hingga dia sadar begitu
banyak orang mati
(Sepenggal
lirik lagu Blowing in The Wind Karya musisi Bob Dylan [1962])
Lagu Blowing in The Wind karya pesohor Bob Dylan pertama kali diciptakan pada tahun 1962. Dan dirilis sebagai single album lewat album The Freewheelin pada tahun 1963. Lagu bergenre folk ini mengisahkan tentang protes suatu perang, dan menggambarkan tentang keinginan atau kerinduan untuk terciptanya perdamaian, dan/atau keinginannya untuk mengajak manusia yang berkonflik ke titik kulminasi persahabatan. Lirik lagu puitik itu pula yang mengantarkannya menggondol hadiah prestisius Nobel Kesusastraan tahun 2016.
Pengumuman
pemenang Nobel Kesusastraan yang disampaikan Sara Danius, pada Kamis 13 oktober
2016 itu sungguh mengharukan. Ketika nama Bob Dylan dibacakan, suara-suara
ketidakpuasaan menggema di aula Royal Swedish Academy, Stoclholm, Swedia.
Sebentuk kekecewaan terselubung karena Bob Dylan statusnya sebagai underdog
yang tidak diunggulkan. Tapi akhirnya polusi udara itu pupus, sebab riuh-rendah
tepuk tangan mengiringi Bob Dylan melangkah menuju podium. Dia tampak elegan menggunakan
jas hitam dan kacamata hitam yang seolah menolak kenyataan bahwa umurnya sudah
75 tahun.
Adalah Robert Allen Zimmerman, atau kondang
dipanggil Bob Dylan, seorang penyanyi
dan penulis lagu berkebangsaan Amerika Serikat. Ia juga merupakan seorang
penyair dan artis. Bob Dylan lahir di Duluth, Minnesota, Amerika Serikat pada
24 Mei 1941. Hingga kini, Bob Dylan termasuk dalam salah satu penyanyi
legendaris dunia. Dedikasi Dylan pada dunia musik begitu besar. Karya-karyanya
banyak berkaitan dengan masalah politik, filosofi, sosial, perjuangan, hak
asasi dan kemanusiaan. Dia adalah vokalis yang sangat berpengaruh sekaligus
musisi yang memiliki begitu banyak karakter melalui suara dan penampilannya.
Namun, yang paling mengesankan adalah bagaimana dia dipengaruhi oleh kehidupan
manusia yang penuh konflik.
Lagu-lagu baladanya yang sarat
kritik sosial politik itulah yang tampaknya membuat demonstran seperti Soe
Hok-gie, jatuh hati. Dalam sepucuk suratnya kepada sahabatnya, MT Zen,
bertanggal 21 Juni 1967, Gie mengutip sebuah lagu Dylan, Blowin' in the
Wind. Dari lagu yang sama, berkat kemagisan lirik lagu tersebut, oleh gerakan
anti perang dan gerakan hak-hak sipil dijadikan lagu kebangsaannya.
Lagu-lagu Dylan yang berpengaruh
sejak tahun 1960an itu, dianggap telah menciptakan ungkapan puitik baru dalam
tradisi musik Amerika Serikat. Bahkan, sekarang bisa disejajarkan dengan
Winston Churchill, Thomas Mann dan Rudyard Kipling sebagai peraih Nobel. Maka
tak ayal The Swedish Academy memberi mahar uang senilai 8 juta krona
Swedia atau 930 ribu dolar AS, dan menambah daftar panjang penghargaannya dalam
dunia kesenian. Anggota The Swedish Academy, Per Wastberg mengatakan, "Ia
mungkin adalah penyair hidup paling hebat". Sekretaris Akademi Swedia,
Sara Danius menambahkan, Dylan adalah penyair yang besar dalam tradisi
berbahasa Inggris yang baik. "Karyanya dengan Penyair Yunani Kuno, Homer
dan Sappho adalah satu garis,” (CNN, Kamis 13/10/2016).
Semenjak penghargaan Nobel pertama
kali diselenggarakan pada tahun 1901. Nobel Kesusastraan menjadi salah satu objek
viral yang sering dibicarakan masyarakat. Sebanyak 113 Nobelis Kesusastraan
telah mencicipi manisnya, termasuk yang dirasakan Penyair Bob Dylan sebagai
musisi yang bahkan tidak memiliki backround
penyair atau prosais. Ia menjadi Nobelis Amerika Serikat ke-11, dan
mengantarkan negaranya sebagai pengekspor Nobelis Kesusastraan terbanyak dari
negara lain.
Bob Dylan, dan penghargaan itu tentu
akan menjadi kejutan bagi beberapa orang. Sebelumnya, sebuah artikel yang
diterbitkan di New Republic pada 6 Oktober
2016 itu menulis: "Siapa yang Akan Menang Penghargaan Nobel dalam Sastra 2016. Tentu
Bukan Bob Dylan, itu sudah pasti?". Ternyata tak. Dialah jawaranya.
Memang jauh sebelum penganugerahan
itu, nama sastrawan Jepang Haruki Murakami menjadi terfavorit. Ia menjadi
nominator setiap tahunnya bahkan dalam sepuluh tahun terakhir penghargaan Nobel
Kesusastraan. Kurang hebat apa coba Murakami?. Dalam perjalanan karirnya dalam
kepenulisan: 13 buku novel telah digubahnya, antologi cerpen sebanyak 46 buku,
karya non fiksi 7 buku, puluhan karya terjemahan, dan bukunya telah
diterjemahkan ke 50 bahasa asing, bahkan kita tidak tahu (kalau ia masih
panjang umur) akan menerbitkan puluhan bahkan ratusan buku lagi. Karya-karyanya
juga banyak diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia terutama oleh Jonjon
Johama.
Google.com |
Tapi apapun hasilnya, kita sebagai
pencinta dan penikmat literasi boleh bercuriga. Misalkan tentang penjurian The
Swedish Academy yang katanya memiliki 18 anggota pemilih penulis yang sesuai
dengan visi misi dari sosok Alfred Nobel. Kita boleh berdebat kusir dibalik keengganan
The Swedish Academy mengumumkan secara rinci kriteria calon peraih Nobel
Kesusastraan. Akhirnya, antara perdebapatan Bob Dylan vs Haruki Murakami,
menurut penulis tidak penting. Yang penting dibicarakan adalah: “kapan penulis
Indonesia meraih Nobel Kesusastraan?”.