Sumber Gambar: cremationsolutions.com |
Entah mengapa di awal perjumpaan tahun 2017, kita disuguhi begitu banyak manusia-manusia pilihan berpulang menghadap-Nya. Selain jutaan masyarakat sipil meninggal di Timur Tengah akibat gejolak perang, ada barisan tokoh negara, jurnalis, wirausahawan, aktor politik, sampai pemain sepakbola mewarnai langit Januari.
Dari tokoh negara sekaliber Akbar Hashemi Rafsanjani (Presiden ke-4 Iran), sang jurnalis Perang Dunia II (Clare Hollingworth), Kepala Dinas Perhubungan DIY (Sigit Haryanta), sampai Penjawa gawang Arema Malang (Achmad Kurniawan).
Semua almarhum di atas sekarang rekreasi ke surga, dan kesempatan itu datang tiba-tiba, tanpa dinyana dan diprediksi sebelumnya. Seperti angin berhembus, maut pun bisa saja tiba-tiba menghampiri kita yang tengah baca buku dan minum kopi di beranda rumah.
Memang presiden ke-4 Iran, Rafsanjani sudah uzur, meninggal dunia ketika usianya 83 tahun, melebihi puncak umur manusia kejamakan. Ia tidak berdaya menarik napas lagi di rumah sakit Teheran, akibat serang jantung. Kalau melihat geliat hidupnya, memang Rafsanjani tidak pernah merasa renta meskipun jutaan kali orang mengingatkan untuk gantung almamater dari dunia politik. Tahun 2005, ia mencalon diri presiden lagi, setelah dua periode berstatus presiden Iran (1989-1997). Udara politik Iran tidak sesejuk tahun 1989, akhirnya ia kalah dari Mahmoud Ahmadinejad, rival terberatnya dari kubu Aliansi Pembangunan Islam Iran (Alliance of Builders of Islamic Iran). Semasa jadi presiden, prestasi puncaknya adalah mengantarkan Iran lebih terbuka dan membawa Iran bangkit dari trauma berat akibat perang Iran-Irak (1980-1988). Ia pun ikut andil dalam merevolusi Iran bersama Imam besar Khomeini. Rafsanjani meninggal hari Minggu (08/01/2017).
Dari barisan jurnalis, ada nama Clare Hollingworth seorang banal dan pemberani asal Inggris. Meskipun ia meninggal di Hongkong, tapi masyarakat internasional tidak menolak lupa akan aksi heroiknya dalam memburu berita. Ia manusia pertama kali yang mengabarkan awal Perang Dunia II tahun 1939, ketika usinya masih 27 tahun dengan status wartawan pemula. Hollingworth juga jadi juru liput perang mengerikan di Vietnam, Aljazair, Timur Tengah, India, Pakistan, dan revolusi kebudayaan Tiongkok. Pada bulan Agustus (1939) ia sendirian ke perbatasan Jerman-Polandia meliput perang. Di sanalah ia menjadi saksi mobilisasi tank-tank Nazi pimpinan Hitler yang digunakan untuk menginvasi Polandia. Apa saja yang disaksikannya waktu itu, ia tuliskan dalam kolom pertamanya di The Telegraph. Hollingworth meninggal dunia pada usia ke-105 tahun, Selasa 10 Januari 2017.
Dari dalam negeri ada kabar duka menyelimuti Kotamadya Yogyakarta. Sigit Haryanta—sang pengurus transportasi itu—tewas setelah ditabrak sepeda motor di Simpang Tiga Pedes, Argomulyo, Sedayu, Bantul. Bukan mengendarai mobil mewah, juga bukan Motor Gede laiknya Ustad Jefry, ia hanya mengayuh sepeda dari Wates hendak ke Kota Jogja. Jalanan memang kejam, tak ada jaminan status sosial di sana, semuanya rata, sepipih aspal yang kadang mengabarkan kematian bagi siapa pun dan kapan pun. Sehingga kematian tragis itu melahirkan simpati kolektif dari berbagai kalangan, tagar #SepedaSunyi oleh pegiat sepeda Jogja di dunia maya salah satunya. Haryanta sempat dirawat di RSUD Sarjito, tapi akhirnya maut lebih trengginas dari jarum suntik, akhirnya ia menghembuskan napas terakhir, pada hari Selasa 10 Januari 2017.
Selain kabar baik tentang perekrutan pelatih Timnas Indonesia yang baru, Luis Fernandez dan Luis Milla, ada kabar duka menyelimuti jagat persepakbolaan kita. Ahmad Kurniawan atau masyhur di panggil “AK47” mangkat pada hari Selasa (10/01/2017). Ia adalah kakak kandung Kurnia Mega Hermansyah Kiper Timnas Indonesia yang menepis tendangan pinalti pemain Thailand di laga Final AFF pada penghujung Desember 2016. Kepergian Ahmad menyisakkan duka mendalam kerena ia termasuk penjaga gawang tangguh dan hebat untuk ukuran postur tubuhnya yang tidak terlalu tinggi itu. Ada yang unik dari panggilan “AK47”, mengingatkan kita pada merek senapan serbu buatan Rusia, yang menjadi andalan Rusia dalam projek kenegaraannya. Untuk menghormati kepergian Ahmad, pihak klub Kota Apel itu akan mengabadikan nomor punggung 47, tak ada lagi pemain yang akan mengenakan nomor punggung itu. Ahmad meninggalkan satu istri dan dua anaknya yang baru berusia 12 dan 10 tahun.
Kematian memang misteri, semesteri kehidupan manusia yang selalu disibukkan oleh sesuatu yang pada akhirnya tidak menjamin apa-apa. Peristiwa kematian memulai misterinya ketika ada orang mati disandingkan dengan track record selama hidupnya.
Dalam pandangan filsafat Taoisme; hidup dan mati adalah qi yang berkumpul dan buyar, setiap kehidupan dan kematian adalah siklus pergerakan qi. Di dalam qi hidup dan mati itu satu tubuh, hidup sebagai tulang punggung, mati sebagai tulang ekor. Han Feizi (dari mahzab Legalis) membenarkan “hidup adalah perjalanan dan kematian adalah kembali”
Pandangan masyarakat Jawa paralel dengan dengan Han Feizi, kematian bukan peralihan status baru bagi orang mati. Segala status yang disandang semasa hidup ditelanjangi digantikan dengan citra kehidupan luhur. Dalam hal ini makna kematian bagi orang Jawa memacu kepada pengertian kembali ke asal mula keberadaan (sangkan paraning dumadi). Kematian dalam budaya Jawa atau Islam secara khusus selalu dilakukan acara ritual oleh yang ditinggal mati. Setelah orang meninggal biasanya disertai upacara doa, sesaji, pembagian warisan, pelunasan hitang dan sebagainya (Layungkuning, 2013: 98-99).
Hingga di puncak ini, tak ada kata lain “bersiaplah untuk mati”. Segala yang berjiwa akan mati, di mana saja kita berada berita kematian ada di pundak kita.