Kamis, 14 Juli 2016

“Cogito Ergo Sum” Pencari Kebenaran Ilmu Pengetahuan



Judul Buku   :Diskursus & Metode (Mencari Kebenaran dalam Ilmu-ilmu Pengetahuan)
Penulis          : Rene Descartes (diterjemahkan dari Dsicourse on Method)
Penerjemah  : Ahmad Faridl Ma’ruf
Cetakan         : I, Januari 2015
Penerbit        : IRCiSoD (Diva Press)
ISBN               : 978-602-225-770-8
Tebal              : 132 Halmn: 14x20 cm
Peresensi       : Khairul Mufid Jr*


Hari itu tanggal 10 nopember 1619, perang di Eropa masih terus berkecamuk. Descartes muda tercatat sebagai anggota pasukan sukarela Bavaria setelah ia tidak lagi kerasan di Netherland, tapi ia tidak pernah bertempur. Sepertinya ia lebih tertarik menggunakan fasilitas meliter sebagai sarana untuk melihat dunia dengan macam pernak-perniknya. Ia pun tak mengerti sungguh apa itu perang, untuk dan melawan siapa, yang pada ujungnya adalah penyesalan. Tapi hidup baginya adalah rentetan panjang pergumulan terus dan terus; dunia dianggapnya sebagai kitab tempat segala hal memang tersedia kalau kita tidak kehilangan memabaca.


Selama tugas di Jerman, terjadilah beberapa peristiwa penting dalam hidup Descartes. November 1619, ia sedang duduk di atas Poele (ruang kecil pengahangat tubuh, dengan tungku api), sambil merenungkan kekacauaan dan ketidakpastian pengetahuan. Sehingga Ia sangat kagum pada matematika, ilmu pengetahuan yang di dalamnya ia temukan kepastian, keharusan dan ketepatan, bentuk kecintaannya tersebut sebagai otokritik atas kekacauan waktu itu. Sehingga dalam momentum serupa ia memimpikan cara menciptakan suatu dasar pengetahuan yang kuat, pengetahuan yang mempunyai keutuhan dan kepastian laksana matematika. Kemudian, Descartes menemukan satu metode pengetahuan baru dalam serangkaian mimpi untuk melaksanakan proyeknya. Ia pun meninggalkan dunia kemiliteran.

Descartes sebagai bapak filsafat modern (pemikir besar), juga dikenal luas sebagai si penidur yang tangguh. Hari itu persis satu tahun setelah pertemuaannya dengan matematikus terbesar Belanda (Isaac Beeckman), seperti biasa ia lelap tidur untuk tidak terjaga sampai matahari tepat di ubun-ubun. Tapi kali ini ia gelisah oleh mimpi. Menurut pengakuannya, hari itu ia bermimpi tiga kali berturut-turut dan bersambungan. pertama, ia bermimpi dihantam angin puting beliung hingga terhempas keluar dari gereja dan persis jatuh di tengah-tengah sekumpulan orang yang anehnya sama sekali tidak tergerak oleh badai tersebut. Kedua, ia melihat gelegar halilintar menyambarkan lidah apinya di ruangan tempat ia berada. Dan yang ketiga, ia bermimpi mendapatkan dirinya tengah menggamit setumpukan kertas yang salah satunya memuat sebuah puisi yang bermula dengan kalimat “Quad vitae sektabor iter?”—“hidup apa yang akan kau ikuti”.

Kemudian Descartes menulis renungan dan risalah yang berbinar--yang didapat dari mimpi-mimpinya—sebagai pelengkap tafsir-tafsir hidup terdahulu. Ia memaknai mimpinya sebagai berikut; “terpaan badai” ditafsirkannya sebagai satu kekuatan maha dahsyat yang jauh melampaui kesanggupannya sendiri untuk melawan. “sambaran halilintar” adalah peringatan (keras) agar segera memilih sebelum terlambat, dan “menggamit setumpukan kertas” sebagai tafsir dan isyarat bahwa ia harus memburu ilmu pengertahuan (walau sampai ke negeri cina) demi kebenaran.

Semangat berkobar telah ia tunjukkan untuk menjawab mimpi-mimpinya, wabil khusus menjawab mimpi terakhirnya tentang“quad vitae sektabor” dengan jawaban penuh tenaga ia berucap: “cogito ergo sum”—“aku berpikir maka aku ada”. Seperti pernyataan dalam mimpinya, jawaban Descartes secara tegas juga membedakan antara subjek (kepala, cogito,pikiran) dan dunia (hidup, sum, ada). Antara kepala dan dunia dihubungakan oleh media ilmu pengetahuanan (sebagai ergo) melalui aktivitas berpikir, sehingga jika tidak dipikirkan  (“olehku”), dunia tidak ada. Bagi Descartes,  “aku” adalah sesuatu yang berpikir dari luar dunia sehari-hari sebab hal itu universal. Dalam term Cartesian, informasi tentang sesusatu , subjek yang berpikir (res cogitans) melihat objek yang dipikirkan (res extensa, yang di luar) dari sebuah jarak (detachment) agar diperoleh hasil pengamatan yang objektif, termasuk tentang dirinya sendiri: “jika kau tidak berpikir tentang diriku, aku tidak ada.” Atau sebuah analogi benda-benda ruang angkasa tidak pernah ada jika Galileo Galilei tidak bisa memakai teropong untuk melihatnya, dan atau jasad renik sperti virus hanya ada jika kita melihatnya dengan mikroskop.

Prinsip Cogito ergo sum dengan jelas memberikan peluang besar bagi munculnya dominasi medium (dalam konteks Descartes berarti ilmu). Sebab, hanya melalui media, antara subjek bisa dipahami relasinya. Yang ditangkap subyek tidak lain adalah informasi tentang obyek melalui medium ilmu.

Misi filsafat Descartes ialah dengan mendapatkan pengetahuan yang tidak dapat diragukan. Metodenya ialah dengan meragukan semua pengetahuan yang ia ketegorikan ke dalam dua bagian dapat diragukan. Pertama, ilmu pengetahuan yang berasal dari pengalaman indrawi dapat diragukan, dimisalakan kita memasukkan kayu lurus ke dalam air maka akan tampak bengkok. Kedua, fakta umum tentang dunia semisal api itu panas dan benda yang berat akan jatuh juga dapat diragukan. Descartes menyatakan bagaimana jika kita mengalami mimpi yang sama berkali-kali dan dari situ kita mendapatkan pengetahuan umum tersebut. (hal: 27)

 Dari keraguan tersebut, Descartes hendak mencari pengetahuan apa yang tidak dapat diragukan. Yang akhirnya mengatakan pada premisnya cogoto ergo sum (aku berpikir maka aku ada) baginya eksintensi pikiran manusia adalah sesuatu yang absolut dan tidak dapat diragukan. Sebab meskipun pemikirannya tentang sesuatu salah, pikirannya tertipu oleh suatu matriks, ia ragu akan segalanya, tidak dapat diragukan lagi bahwa pikiran itu sendiri eksis atau ada.

Maka apa dilakukan  Faridl (penerjemah) berusaha membuka cakrawala pemahaman kita tentang pikiran Descartes, mencari kebenaran dalam saripati ilmu pengetahuan, memahami kaidah-kaidah pokok perihal metode, beberapa kaidah moral, dan bukti-bukti keberadaan Tuhan, jiwa manusia, dan asas-asas metafisika.

Buku ini adalah sebagai pintu dan jawaban atas keraguan dalam ilmu pengetahuan. Melalui pemikiran-pemikirannya yang tertuang dalam buku ini, Descartes menawari Anda le maitres et possesseurs de la natur, pengertian yang gilang-gemilang dengan cahaya ilmu dan menjadi penguasa dunia. Di dalam buku ini kita bisa mendapati diskursus tentang metode untuk mengarahkan penalaran dengan baik dan mencari kebenaran dalam ilmu penngetahuan dan lainnya.  Akhirnya, selamat membaca! 





Share:

0 komentar:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com