Judul
Buku :Diskursus & Metode (Mencari
Kebenaran dalam Ilmu-ilmu Pengetahuan)
Penulis
: Rene Descartes (diterjemahkan
dari Dsicourse on Method)
Penerjemah : Ahmad Faridl Ma’ruf
Cetakan
: I, Januari 2015
Penerbit
: IRCiSoD (Diva Press)
ISBN : 978-602-225-770-8
Tebal : 132 Halmn: 14x20 cm
Peresensi
: Khairul Mufid Jr*
Hari itu tanggal 10 nopember 1619, perang di Eropa masih
terus berkecamuk. Descartes muda tercatat sebagai anggota pasukan sukarela
Bavaria setelah ia tidak lagi kerasan di Netherland, tapi ia tidak pernah
bertempur. Sepertinya ia lebih tertarik menggunakan fasilitas meliter sebagai
sarana untuk melihat dunia dengan macam pernak-perniknya. Ia pun tak mengerti sungguh
apa itu perang, untuk dan melawan siapa, yang pada ujungnya adalah penyesalan. Tapi
hidup baginya adalah rentetan panjang pergumulan terus dan terus; dunia
dianggapnya sebagai kitab tempat segala hal memang tersedia kalau kita tidak
kehilangan memabaca.
Selama tugas di Jerman, terjadilah beberapa peristiwa
penting dalam hidup Descartes. November 1619, ia sedang duduk di atas Poele
(ruang kecil pengahangat tubuh, dengan tungku api), sambil merenungkan
kekacauaan dan ketidakpastian pengetahuan. Sehingga Ia sangat kagum pada
matematika, ilmu pengetahuan yang di dalamnya ia temukan kepastian, keharusan
dan ketepatan, bentuk kecintaannya tersebut sebagai otokritik atas kekacauan
waktu itu. Sehingga dalam momentum serupa ia memimpikan cara menciptakan suatu
dasar pengetahuan yang kuat, pengetahuan yang mempunyai keutuhan dan kepastian laksana
matematika. Kemudian, Descartes menemukan satu metode pengetahuan baru dalam
serangkaian mimpi untuk melaksanakan proyeknya. Ia pun meninggalkan dunia
kemiliteran.
Descartes sebagai bapak filsafat modern (pemikir besar),
juga dikenal luas sebagai si penidur yang tangguh. Hari itu persis satu tahun
setelah pertemuaannya dengan matematikus terbesar Belanda (Isaac Beeckman),
seperti biasa ia lelap tidur untuk tidak terjaga sampai matahari tepat di
ubun-ubun. Tapi kali ini ia gelisah oleh mimpi. Menurut pengakuannya, hari itu
ia bermimpi tiga kali berturut-turut dan bersambungan. pertama, ia
bermimpi dihantam angin puting beliung hingga terhempas keluar dari gereja dan
persis jatuh di tengah-tengah sekumpulan orang yang anehnya sama sekali tidak
tergerak oleh badai tersebut. Kedua, ia melihat gelegar halilintar
menyambarkan lidah apinya di ruangan tempat ia berada. Dan yang ketiga, ia
bermimpi mendapatkan dirinya tengah menggamit setumpukan kertas yang salah
satunya memuat sebuah puisi yang bermula dengan kalimat “Quad vitae sektabor
iter?”—“hidup apa yang akan kau ikuti”.
Kemudian Descartes menulis renungan dan risalah yang
berbinar--yang didapat dari mimpi-mimpinya—sebagai pelengkap tafsir-tafsir hidup
terdahulu. Ia memaknai mimpinya sebagai berikut; “terpaan badai” ditafsirkannya
sebagai satu kekuatan maha dahsyat yang jauh melampaui kesanggupannya sendiri
untuk melawan. “sambaran halilintar” adalah peringatan (keras) agar segera
memilih sebelum terlambat, dan “menggamit setumpukan kertas” sebagai tafsir dan
isyarat bahwa ia harus memburu ilmu pengertahuan (walau sampai ke negeri cina)
demi kebenaran.
Semangat berkobar telah ia tunjukkan untuk menjawab
mimpi-mimpinya, wabil khusus menjawab mimpi terakhirnya tentang“quad vitae
sektabor” dengan jawaban penuh tenaga ia berucap: “cogito ergo sum”—“aku
berpikir maka aku ada”. Seperti pernyataan dalam mimpinya, jawaban Descartes
secara tegas juga membedakan antara subjek (kepala, cogito,pikiran) dan
dunia (hidup, sum, ada). Antara kepala dan dunia dihubungakan oleh media ilmu
pengetahuanan (sebagai ergo) melalui aktivitas berpikir, sehingga jika
tidak dipikirkan (“olehku”), dunia tidak
ada. Bagi Descartes, “aku” adalah
sesuatu yang berpikir dari luar dunia sehari-hari sebab hal itu universal.
Dalam term Cartesian, informasi tentang sesusatu , subjek yang berpikir (res
cogitans) melihat objek yang dipikirkan (res extensa, yang di luar) dari
sebuah jarak (detachment) agar diperoleh hasil pengamatan yang
objektif, termasuk tentang dirinya sendiri: “jika kau tidak berpikir tentang
diriku, aku tidak ada.” Atau sebuah analogi benda-benda ruang angkasa tidak
pernah ada jika Galileo Galilei tidak bisa memakai teropong untuk melihatnya, dan
atau jasad renik sperti virus hanya ada jika kita melihatnya dengan mikroskop.
Prinsip Cogito ergo sum dengan jelas memberikan
peluang besar bagi munculnya dominasi medium (dalam konteks Descartes berarti
ilmu). Sebab, hanya melalui media, antara subjek bisa dipahami relasinya. Yang
ditangkap subyek tidak lain adalah informasi tentang obyek melalui medium ilmu.
Misi filsafat Descartes ialah dengan mendapatkan pengetahuan
yang tidak dapat diragukan. Metodenya ialah dengan meragukan semua pengetahuan
yang ia ketegorikan ke dalam dua bagian dapat diragukan. Pertama, ilmu
pengetahuan yang berasal dari pengalaman indrawi dapat diragukan, dimisalakan
kita memasukkan kayu lurus ke dalam air maka akan tampak bengkok. Kedua, fakta
umum tentang dunia semisal api itu panas dan benda yang berat akan jatuh juga
dapat diragukan. Descartes menyatakan bagaimana jika kita mengalami mimpi yang
sama berkali-kali dan dari situ kita mendapatkan pengetahuan umum tersebut.
(hal: 27)
Dari keraguan tersebut,
Descartes hendak mencari pengetahuan apa yang tidak dapat diragukan. Yang
akhirnya mengatakan pada premisnya cogoto ergo sum (aku berpikir maka
aku ada) baginya eksintensi pikiran manusia adalah sesuatu yang absolut dan
tidak dapat diragukan. Sebab meskipun pemikirannya tentang sesuatu salah,
pikirannya tertipu oleh suatu matriks, ia ragu akan segalanya, tidak dapat
diragukan lagi bahwa pikiran itu sendiri eksis atau ada.
Maka apa dilakukan Faridl
(penerjemah) berusaha membuka cakrawala pemahaman kita tentang pikiran
Descartes, mencari kebenaran dalam saripati ilmu pengetahuan, memahami
kaidah-kaidah pokok perihal metode, beberapa kaidah moral, dan bukti-bukti
keberadaan Tuhan, jiwa manusia, dan asas-asas metafisika.
Buku ini adalah sebagai pintu dan jawaban atas keraguan
dalam ilmu pengetahuan. Melalui pemikiran-pemikirannya yang tertuang dalam buku
ini, Descartes menawari Anda le maitres et possesseurs de la natur, pengertian
yang gilang-gemilang dengan cahaya ilmu dan menjadi penguasa dunia. Di dalam
buku ini kita bisa mendapati diskursus tentang metode untuk mengarahkan
penalaran dengan baik dan mencari kebenaran dalam ilmu penngetahuan dan
lainnya. Akhirnya, selamat membaca!
0 komentar:
Posting Komentar