Rabu, 20 Juli 2016

Pesantren MandiriPesantren Mandiri



Setelah melepas kepergiaan bulan suci, bulan yang fitrah dan hari kemenangan umat muslim se dunia (Idul Fitri), kini tiba momentum mendebarkan, yaitu mudik balik ke tempat rantau masing-masing. Seketika itu, biasanya ada orang yang membawa rekan kerja baru, membawa teman belajarnya, ada pula yang memang merantau sendiri tanpa kenal satu pun orang sebelumnya di tempat rantau. Begitupun yang tengah dirasakan para santri yang ingin balik mudik ke pondok pesantren, sama-sama dilanda luka-dukana.

Ini pula yang dirasakan segenap santri mandiri besutan almarhum Pengasuh muda asal Kediri Jawa Timur, Gus Arifin Thoha. Meskipun secara kuantitas santri yang tidak begitu banyak, tapi pesantren ini terbilang pesantren yang komplit, di berbagai bagian. Di pesantren ini tidak cuma mengajarkan tentang ke-Islaman semata, tapi juga mengajarkan kemandirian, keuletan, kedisiplinan dan ke ke lainnya. Namun yang sering terindra masyarakat ramai ialah “pesantren mandiri.”   

Mengapa tidak, pesantren ini memiliki tradisi mengikat yang mewajibkan para santrinya untuk hidup mandiri, tak ayal jika ada yang jualan koran, ada yang kerja serabutan ketika tidak tabrakan kegiatan pondok, tapi kebanyakan dari santrinya mencari rezeki dari kegiatan menulis ke media massa, cetak maupun eletronik. Mereka menulis puisi, cerpen, artikel, opini, kolom, surat mahasiswa, dan resensi buku. Jadi selain santri dapat honor tulisan, juga yang tak bisa ditinggalkan adalah mereka akan terkenal laiknya artis, namanya yang sering gentayangan di media, maka ia akan menghantui hati semua pembacanya.

Di pesantren yang santrinya tidak genap 100 orang ini, di huni kaum adam aja, dengan beribu cerita nyentrik, perjuangan, pengabdian, dan sejenisnya. Maka bukan rahasia umum lagi kalau keluaran pondok ini bisa dikatan melek daratan,  pada genius, pinter, dan tentunya dapat predikat seorang sastrawan, karena hobinya merakit kata-kata.

***

Ketika embun pancaroba membasahi pesantren mandiri (Hasyim Asy’ari), ada riak angin riuh rendah mengantar kembalinya santri dari rumahnya. Dengan membawa tas besar dan kardus mengandung sembarang makanan.

Namun dari segenap santri yang balik mudik ke pondok, Alunk menjadi santri nomor wahid yang tiba di pondok. Soalnya ia terpaksa balik duluan karena ada tugas berat kampus menunggunya, mau tidak mau dan harus mau ia secepatnya balik ke pondok.

Beberapa hari kemudian, santri yang lain menyusul, ada yang dari Pati, Tuban, Ngawi, Palembang, Lamongan, dan kebanyakan dari pulau sate (Madura).

Dari santri yang paling cepat balik pondok, justru Kolel adalah santri paling lambat balik, selain menjadi santri paling belia ia juga masuk deretan santri aneh se pesantren, dari tingkah laku dan keserba-nyelenehnya, sudah tidak bisa diragukan lagi.

Baru tiba di pondok saja, seperti biasanya santri membeli perlengkapan mandi, sekonyong-konyongnya ia pulang dari toko dan menggondol banyak makanan, kabar yang berhembus katanya dia dikasih si penjual toko, tapi tidak ada yang percaya dengannya, soalnya Kolel biasa bohong dan sering menggelapkan barang-barang santri.

Bahkan dari segenap tetangga di sekitar pesantren Kolel menjadi santri yang paling sering berkunjung ke masyarakat, ya.. untuk sekedar silaturrahmi, walaupun ambisi dasarnya adalah untuk mendapat makanan enak, maklum di pesantren mandiri itu memang defisit makanan sudah mengakar dari dulu. Ketika santri memang tidak punya uang, dia akan kelaparan dan bukan sengaja memuasakan diri, minta bantuan ke sahabat santri pun wong juga satu nasib, dan santri yang bekerja saja bukan malah kaya, tapi sering di hutangin santri yang lain. Pokoknya satu orang lapar, ya se pondok sama-sama kelaparan.

            Kelaparan memang begitu dekat dengan seorang santri, atau segenap cerita dan perjuangan santri yang terbangun di pesantren, akan menjadi tolok ukur jalan cerah menuju masa depan, jangan minder dan takut manjadi seorang santri, percayalah..!! Dan pesantren mandiri adalah pesantren sejarah yang sampai kapanpun akan tertancap di hati para santri dan segenap pencinta literasi.

Kutub,  Agustus 2014.
Share:

0 komentar:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com