Kamis, 14 Juli 2016

Siapa Syekh Abdul Qadir Jailani?



Judul              : Berguru pada Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qadir  Jailani
Penulis          : Samsul Ma’arif
Penerbit        : Araska
Cetakan         : 1, April 2016
Tebal              : 14x20.5 cm, 220 Halaman
ISBN               : 978-602-300-246-7
Peresensi       : Khairul Mufid Jr*

Kemasyhuran Syekh Abdul Qadir al-Jailani di kalangan umat Islam Indonesia, bahkan dunia sudah tidak diragukan lagi. Orang Islam mengenal beliau sebagai “Pemimpin Para Wali.” Di dunia barat dikenal sebagai Syaikhul Islam dan Filsuf Islam. Bahkan seorang penulis muslim Jerman, Mehmed Ali Aini (1967) menyebut al-Jailani sebagai “Orang Suci Terbesar Dunia.”

Banyak perbedaan yang menyebutkan tentang tahun kelahiran Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Berdasarkan sumber yang banyak menyebutkan bahwa beliau lahir pada 470 H (1077 M) seperti dalam Mawa’idz karya Syekh Shalih Ahmad as-Syami. Ada pula yang mengatakan beliau lahir pada tahun 480 H (1078 M) dan wafat tahun 561 H (1166 M) di Baghdad.


Beliau lahir di Gilan atau Jilan, Irak. Ada juga yang mengatakan Gilan itu terletak Persia (Iran sekarang). Nama beliau seperti disebutkan dalam Manaqib adalah Abu Muhammad Abdul Qadir bin Musa “Janki Daust” al-Jilani.

Syekh Abdul Qadir al-Jailani termasuk sayyid, keturunan Nabi Muhammad SAW, atau di Indonesia sering disebut habib. Marga beliau al-Hasani (nasab jalur ayah) wal-Husaini (nasab jalur ibu). Ayahnya adalah Abu Shalih Musa “Janki Daust.” Bahkan kalau diteruskan melalui Ali ibn Abi Thalib karramallahu wajhah, nasab beliau bersambung sampai Nabi Ibrahim ‘alaihi salam.

Corak pemikiran dan pemahaman keagamaan Syekh Abdul Qadir al-Jailani adalah sunni yang merepresentasikan kemoderatan ulama salafi. Dari sisi akidah, beliau lebih dekat dengan corak al-Maturidi dan al-Asy’ari. Di bidang fikih, ia lebih condong ke Syafi’iyah. Namanya termasuk dalam jajaran ulama terkemuka dan terpandang yang menjadi narasumber Syafi’iyah, sebagaimana disebut dalam beberapa kitab thabaqat (kumpulan biografi) mazhab Syafi’i. (hal. 33)

Syekh Abdul Qadir al-Jailani banyak mewariskan karya-karya literatur, Dan peneliti asal Jerman Brockelman menyatakan terdapat 52 kitab karangan beliau. Diantaranya: Tafsir al-Jilani, Musnad al-Hadis, Fikih Syekh Abdul Qadir al-Jailani (20 jilid), al-Fathu al-Rabbani wa al-Faidhu al-Rahmani, Futuhal Ghaib, Sirr al-Asrar, Asror al-Asrar, al-Gunyah li-Thalibi al-Haqa’azza wa Jalla.

Beliau juga dikenal sebagai Sulthanul Auliya’ atau pemimpin Para Wali. Selain sebutan itu Syekh Ibnu ‘Arabi memberinya gelar Ghauts al A’dham. Menurut Martin Van Bruinessen, dalam literature kesufian, gelar tersebut berarti kedudukan tertinggi dalam tingkat kewalian. “Para Wali adalah (friends of god) mereka yang mencintai dan dicintai oleh Allah, bukan santo orang-orang suci dalam pengertian Kristen.”  (hal.80)
    
Buku gubunhan Samsul Ma’arif ini juga menuliskan tentang kepribadian Syekh Abdul Qadir Jailani. Disebutkan bahwa beliau mempunyai akhlak dan sangat takwa kepada Allah SWT, hatinya luluh, air matanya bercucuran, doa permohonannya diterima Allah. Beliau juga seorang dermawan berjiwa sosial, jauh dari perilaku buruk dan selalu dekat dengan kebaikan. Berani dan kokoh dalam mempertahankan kebenaran (haq), selalu gigih dan tegar dalam menghadapi kemungkaran. Beliau pantang sekali menolak orang yang meminta-minta, walau yang diminta pakaian yang sedang beliau pakai, sifat dan watak beliau tidak marah karena hawa nafsu, tidak memberi pertolongan kalau bukan karena Allah SWT.

Beliau diwarisi akhlak Nabi Muhammad, ketampanan wajahnya setampan Nabi Yusuf alaihi salam. Benarnya (shiddiqnya) dalam segala hal sama dengan benarnya Sayidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Adilnya, sama dengan keadilan Sayidina Umar bin Khottob radhiyallahu ‘anhu. Hilmi-nya dan kesabarannya adalah hilmi-nya Sayidina Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Kegagahan dan keberaniannya, berwatak keberanian Sayidina Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah. (hal. 125)

Syekh Junaid al-Baghdadi, yang hidup 200 tahun sebelum kelahiran Syekh Abdul Qadir Jailani. Namun, pada saat itu ia telah meramalkan akan kedatangan Syekh Abdul Qadir Jailani. Suatu ketika Syekh Junaid al-Baghdadi sedang bertafakkur, tiba-tiba dalam keadaan antara sadar dan tidak, ia berkata; “kakinya ada di atas pundakku! kakinya ada di atas pundakku!” Setelah itu ia tenang kembali, murid-muridnya menanyakan apa maksud ucapan beliau itu. Kata Syekh Junaid al-Baghdadi, “aku dibertahukan bahwa kelak akan lahir seorang wali besar, namanya Syekh Abdul Qadir yang bergelar Muhyidin.” Pada saatnya kelak, atas kehendak Allah SWT, ia akan mengatakan “kakiku ada di atas pundak para wali.”

Masih banyak hal yang bisa ditimba pelajaran dari Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qadir Jailani, baik dari Tarekat Qadiriyyah beliau, Tradisi Manaqiban, konsep Tasawuf, Karomah dan Istidraj, pentingnya keteladanan, tentang melawan setan, nafsu dan iblis, kepemimpinan, mencari rezeki, sifat pemurah, Qona’ah, sikap Zuhud, puasa, ujian senang, menjauhi maksiat, makhluk, bersyukur, sabar bukan kelemahan, cara mengenal Tuhan, kesempurnaan manusia, rendah hati, petaka dan bencana, etika dalam masjid, berlomba menuju kebaikan, dan masih banyak lainnya yang tak mungkin dijabarkan semua di sini.

Keunikan buku ini juga memuat beberapa zikir Syekh Abdul Qadir Jailani sesudah shalat di halaman-halaman terakhir, zikir harian beliau selama seminggu, dilengkapi dengan beberapa ajaran-ajaran beliau yang bisa aplikasikan dalam keseharian kita. Akhiran, selamat membaca.




                       
Share:

0 komentar:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com