Masyarakat
sastra dunia dikejutkan dengan terpilihnya Patrick Modiano sebagai pemenang
anugerah Nobel sastra 2014, penghargaan tertinggi dunia kesusastraan. Bagaimana
tidak, Penulis Perancis kelahiran 30 Juli itu rupanya menyisihkan
pesaing-pesaing beratnya seperti novelis Jepang (Haruki Murakami), atau penulis
serba bisa Ngugi wa Thiong’o asal Kenya. Karena keduanya dianggap kandidat
lebih berpeluang oleh seluruh publik sastra dunia.
Bahkan
26 persen pembaca The Guardian (surat kabar Inggris)
begitu memfavoritkan Haruki Murakami, adapun sang Sastrawan Jepang itu sudah
lima tahun terakhir santer dibuahbibirkan sebagai kandidat kuat peraih Nobel,
karena beberapa kali masuk nominator tapi tak kunjung menang sampai sekarang.
Dan dalam historitas anugerah Nobel sastra, sudah 107 kali diberikan sejak
tahun 1901, dan istimewanya Pattrick Modiano adalah orang ke-11 asal Perancis,
setelah pendahulunya Jean-Marie 2008, juga memenangi penghargaan bergengsi yang
sama.
Modiano
dinilai mampu memaknai seni ingatan (memori), dan mengangkat masyarakat kecil
dari pengalaman-pengalaman kelam, penindasan rezim Nazi di Perancis pada tahun
1940-1944. Bahkan Sekretaris The Swedish Academy (Peter Englund) mengatakan
“meski selalu menulis novel dengan tema-tema yang sama, Modiano sangat variatif
dalam menyajikan tulisan, dia selalu berbicara tentang memori, identitas, dan
pencarian dalam novel-novelnya”.
Novelis
yang di juluki Marcel
Proust (Pengarang Mencari Waktu yang Hilang) itu adalah pengarang berdarah
Yahudi dari ayahnya yang warga Italia serta darah Belgia dari sang ibu. Selama
ini Ia memang dikenal sangat konsisten menulis tema-tema tentang hilangnya
identitas, kisah-kisah orang Yahudi, dan pendudukan Nazi dalam novel-novelnya.
Karena Modiano memang juga mengalami masa-masa sulit karena hidupnya masih
berhaluan dengan hingar-bingar perang dunia ke II.
Dia
memang bukan orang baru dalam dunia kesusastraan, dia telah menerbitkan sekitar
tiga puluhan buku dan melejitkan namanya ke pentas dunia, novel pertamanya La
Place de L’Etoil (1968), mendapat pujian dari di Jerman sebagai
karya kunci setelah Holocoust. Sedangkan novel yang
lainnya Missing Person berhasil mendapat hadiah
bergengsi Prix Goncourt pada tahun 1978 dan diterbitkan lebih dari empat puluh
kali dalam bahasa Perancis dan bahasa Inggris. Kemudian disusul dengan novel
lainnya juga berbahasa Inggris, Ring of Roads: A Novel, Villa Triste, A Trice of
Malice, dan Honeymoon.
Bukan
hanya di dunia kesusastraan dan tulis menulis, Modiano juga pernah dipercaya
sebagai anggota juri Festifal Film Cannes 2000, serta memenangi hadiah dari
Negara Autria untuk kategori Satra Eropa 2012.
Semenjak
masih remaja, Modiano justru meninggalkan bangku sekolah dan lebih memilih
jalan untuk menulis. Saat berusia 22 tahun, baru dia menerbitkan buku
pertamanya La Place de L’etoile (Persemayaman Bintang),
yang isinya merefleksikan kisah malu yang diderita orang-orang Yahudi.
Sampai
Perdana Menteri Perancis (Manuel Valls) mengatakan: “tidak diragukan lagi
Modiano adalah salah satu penulis terbesar dalam beberapa dekade terakhir,
berbagai penghargaan ini tepat untuknya. Ia seorang penulis yang bijaksana. Dia
layak mendapatkan penghargaan atas karya-karyanya.
Namun
yang mengantarkan Patrick meraih Nobel sastra adalah karena Novel Missing
Person, novel yang menceritakan tentang seorang detektif yang kehilangan
ingatan dan kasus terakhirnya adalah untuk mencari tahu jati dirinya, Englund
menambahkan novel yang setabal 130-150 halaman itu bercerita tentang kenangan,
identitas, dan waktu. Sehingga dengan buah perjuangan dan karyanya, Nobel
sastra ini memang layak ia dapat, Modiano nantinya juga menerima hadiah uang senilai
13 miliar yang kemudian akan diberikan dalam upacara resmi di Stockholm pada 10
Desember 2014, tepat pada hari ulang tahun kematian pendiri hadiah novel.
Pada
akhirnya, Patrick Modiano hadir dengan kedirian yang absolut, teruji, pantas,
dan sanggup untuk menepis ketakpecayaan kita yang berlebihan, ia sekali lagi
datang sebagai pembangkit ingatan, dan perangsang memori-memori menusia untuk
tidak emoh terhadap sejarah peradaban dan sastra. Modiano
adalah novelis super power dengan karya besar yang diganjar Nobel sastra. Maka sampai kapan pun
Petrick Modiano, adalah seorang pencari waktu yang hilang.
0 komentar:
Posting Komentar