Rabu, 20 Juli 2016

Khufy



Ketika matahari menyelipkan sinarnya pada ketiak senja, Khufy tiba-tiba menciutkan mimpinya untuk main layang-layang, sepasang bola matanya memerah dan tiba-tiba membentuk sebuah kawah yang meletuskan lava pijar, air matanya sudah tidak bisa dibendung lagi, betapa ia tidak sanggup untuk berpisah dengan sahabat-sahabatnya;
“Ayo kawan..!!, jadi tidak main layangannya?”
“iya, tunggu sebentar lagi.” Khufy masuk kembali ke dalam rumah, dan membelas pada emaknya, minta izin.
“mau kemana cong?” sahut ibunya selidik.
“ini emak, main layang-layang!”
“eh..!!, kamu kan sudah mau berangkat sekarang ke Yogyakarta?” si emak menanggul keinginan Khufy untuk main layangan.
“tapi emak..!!”
“tidak ada tapi-tapian, bagaimana kalau kamu telat, tidak dapat bis, atau tidak lulus tes masuk perguruan tinggi nanti, jika kamu tetap seperti ini, jangan harap kamu dapat izin lagi untuk merantau atau pun kuliah.”
Mendengar tausiah si emak, Khufy tambah banter memuntahkan air mata, ia tak sanggup jika tahun ini tidak kuliah, apalagi tak punya kesempatan main layangan dengan sahabatnya untuk yang terakhir kali.

Dengan tubuh berayun-ayun ia-pun keluar rumah.
“saya tidak bisa main layangan kawan, kamu main sendiri saja ya..!!”
“memangnya kamu kemana?” temannya mengejar pembicaraan.
“saya.. saya.. mau pergi untuk waktu yang sangat lama kawan” Kelakar Khufy gelagapan, ia tak kuat menahan isak dan rasa haru.
“saya, mau merantau kawan, kepengin kuliah, dan sekonyong-konyongnya cari kerja.” Tambahnya terkosel-kosel.
“terus kapan berangkatnya?”
“sekarang” Khufy tertunduk menyematkan jawaban.
“ya suudah kawan, baik-baik di sana, dan semoga apa yang dicari segera didapat dan terkabulkan Tuhan.”
“amien..!!  terima kasih kawan.”

***


Malam semakin larut, angka jam menujuk 12.00, Khufy telah sempurna untuk berangkat, barang-barangnya telah masuk tas, jantungnya semakin kencang berdenyut, tangan dan keningnya berkeringat, ia menyalami setiap jiwa yang ikut mengantarkannya ke terminal. Selamat tinggal emak, selamat tinggal sahabat, selamat tinggal kampugku.!

Dengan sejuta mimpi yang tertancap dihati, Khufy tak kunjung bisa menjinakkan pikirannya yang terus mengembara, antara resah, gelisah, dan jengah, bagaimana takdir bisa mengantarkannya ke suatu kehidupan baru setelah ini. Dan tentunya takdir “baik dan keberuntungan” seperti yang diharapkan Khufy dan emak satu-satunya keluarga yang ia punyai.

Mimpi dan khayal terus bentrokan di kepala Khufy, entah asupan apa yang ditenggaknya, lambat laun  ia melemah, dan dengan sendirinya tak sadarkan, ia tertidur ketika bis yang ditungganginya menginjak tanah bijana Yogyakata,
“mas.. mas.. bangun, sudah sampai di Yogyakarta.” Salah seorang kenek membangunkan Khufy.
“hhmmn..!! oo iya, nuwun Pak” dengan mencoba mengembalikkan ingatannya lagi, ia layangkan sebuah pertanyaan;
“pak, kalau kampus di Yogyakarta apa saja ya?”
“kampus di Yogyakarta banyak sekali mas, ada UGM, UNY, UIN, UMY, UAD dan masih banyak lainnya mas.”
“kalau UNY dimana pak?.”
“UNY  itu masih jauh sekali mas, masih ke barat sana, sampeyan dari sini, bisa naik ojek atau bus trans, kira-kira menyita waktu satu jam, itu pun kalau tidak macet.”
“oo.. terima kasih pak.”

Dengan mencoba meyakinkan perasaan, dan sesekali Khufy menekan dadanya untuk tetap tenang, ia memilih menunggangi ojek motor yang ditemui di salah satu pangkalan. Segera ia menuju kampus UNY untuk mengorek informasi tentang penerimaan mahasiswa baru.

Belum sempat melahap habis keindahan kota Yogyakarta, Khufy akhirnya tiba di gerbang kampus UNY. Tak sempat ia mengucap terima kasih, tukang ojek itu pergi seketika. Di muka pintu gerbang yang begitu megah itu, ia tak tahu pada siapa mendapat informasi tentang penerimaan mahasiswa baru.

Begitu lama menahan kebingungan, seketika pula matanya menangkap banner di sudut pintu gerbang, isinya memuat informasi penerimaan mahasiswa baru UNY.
“ya Allah, alhmadulillah kutemukan juga informasi ini,” gumamnya.
Ia ambil secarik kertas dan pensil hitam dari tasnya, kemudian ditulisnya syarat dan jadwal yang musti diikuti.

Sehari di Yogyakarta, ia bermalam di salah satu masjid yang tak jauh dari kampus UNY, dan untung saja ia tidak telat mendaftar, hari ini adalah hari terakhir PMB jalur reguler dibuka, besok sudah ditutup, telat se-menit saja Khufy tidak punya kesempatan kuliah lagi. Dan tes ujian masuk masih dua hari lagi. Khufy mempunyai kesempatan belajar, setidaknya tahu bagaimana tatacara menjawab soal ujian.  

***

Ketika fajar pagi menitikkan cahaya kemerahan, khufy terbangun oleh dentuman suara kubah, subuh telah tiba, ia pun tak sabar kalau hari ini adalah ujian tes masuk, ia pun tak sadar kalau ia telah berada di tengah keriuhan calon mahasiswa baru yang juga senasib dengannya. Ujian pun menyita waktu dua jam lebih, dengan ragam soal yang aneh-aneh, dan baru pertama kali dijumpai Khufy, terpaksa ia jawab semampunya, kalau tidak tahu ia lewati, tapi ketika sampai halaman soal terakhir, nampaknya ia lewati semua soalnya. “kok susah semua yaa soalnya?” maka ia lewati semua.

Dengan keyakinan dan pengalamannya selama di bangku Madrasah, ia mempunyai siasat untuk melotre soal dengan sistem keberuntungan. “Siapa tahu kena jawaban yang benar” ungkapnya.

Akhirnya rampung, semua soal dijawabnya. Tanpa memeperhatikan benar dan salahnya. Yang penting usahanya memuncak. “Bismillah saja” pikirnya.

Tanggal 10 adalah pelulusan, tercatat kurang dua minggu lagi, ia pun tetap berdiam di masjid sembari menunggu pelulusan.

***

Hari sabtu, tanggal 10 Juli 2010, tanggal pelulusan mahasiswa baru UNY. Barangkali ada nama Khufy juga tertancap dalam papan informasi. Dari ribuan orang yang berduyun untuk mendapat informasi pelulusan, Khufy mengambil stan terdepan untuk segera mendapat kejelasan. Ia polototi setiap daftar nama dari fakultas yang ia ambil, ia baca perlahan, ia ulang lagi, dan lagi, tapi tida namanya dalam daftar itu. Ia polototi lagi pilihan jurusan yang kedua, ia baca lebih teliti, ada sekitar dua ratus nama lebih, hatinya mulai mengembang. “Pasti namaku di pilihan jurusan yang kedua ini”. Akhirnya sampai di ujung kaki deretan nama itu, dan hasilnya tidak ada nama Khufy masuk daftar. Ia baca ulang, dan baca ulang lagi, tapi hasilnya sama tidak membuat ia tersenyum, namanya benar-benar tidak ada dalam daftar.

Ia tertunduk dan keluar dari kerumunan orang, dan sesegera mungkin ia mengingat emaknya di kampung, Khufy takut kalau-kalau mengecewakan emak, karena tidak lulus tes ujian. Apa kata orang sekampung kalau mendengar saya tidak lulus kuliah.

Dari kegempalan pikirannya, tiba-tiba ia menyeruduk perempuan tengah berdiri di depannya.
“maaf embak, saya tidak sengaja..!!”
“tidak papa kok mas,”
“maaf, tampaknya lemas banget mas” perempuan itu membuka kran pembicaraan.
“Iya nih embak, saya tidak lulus masuk UNY”
“kalau boleh tahu, siapa namanya mas?”
“oo.. namaku Khufy embak”
“saya Gendis mas” perempuan itu sambil menyodorkan tangannya.
“bagaimana kalau kita cari lagi mas, siapa tahu nanti ada nama Khufy ”
“Baiklah embak” Khufy manut saja, walau hatinya sudah pesimis.

Mereka kembali pada kerumunan orang yang memadati papan informasi, dari sekian nama yang dijumpai keduanya, tetap tak ada namanya khufy tertera dalam daftar. Akhirnya Khufy balik lagi, dan meninggalkan perempuan itu di sana sendiri.

Tiba-tiba perempuan itu kembali, dan segera menarik tangan Khufy, ia pun terkejut mengapa perempuan itu menariknya. Coba lihat mas, ini benar namamu kan?.
“Alhamdulillah, terima kasih ya Allah,” nama Khufy tertera dalam daftar dan dinyatakan lulus, tapi tidak masuk dalam jurusan yang ia minati. “Biarlah!”.


Kutub, 07 Mei 2014

Share:

0 komentar:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com