Rabu, 20 Juli 2016

Mengencingi Lenin



Silahkan bayangkan..!! kalau seandainya makam mantan pemimpin negara dikencingi orang, diberaki, dan dilantunkan kata-kata satir menyayat hati, seperti: “hai bodoh..!! bangkitlah—bangkitlah kau—dan enyahlah”, apakah yang akan terjadi?

Setidaknya ada yang kebakar matanya, lipatan kulit keningnya bertambah, sepasang alisnya mengait, dan kepalanya mendidih ketika mendengarnya. Rasa tak terima pastilah memuncak di hatinya, karena ihwal tersebut dianggap sebagai pelecehan dan penghinaan yang maha berat secara etika dan hukum. Apalagi untuk orang-orang yang menyanyangi sang pemimpin, keluarga, sahabat, dan rakyat, pastilah akan protes dan gresi tandingan segera dilancarkan. Kita pun diajak untuk paham bagaimana ketika makam orang berpengaruh, dihormati, sang revolusioner negara dan dunia, kemudian dikencingi.

Tapi inilah misi terselubung yang diinisiasi dua seniman lulusan Universitas luar negeri Jerman; Jhon dan Justin. Dua seniman yang mempunyai cita-cita satu, yakni ingin mengencingi makam mantan pemimpin politik Rusia dan pendiri Uni Soviet—Vladimir Lenin—yang dikenal juga sebagai ideolog komunis yang dianut manusia sejagat, dari belahan dunia mana pun.

***


Tengah malam di puncak larut, hening-sayung, dan ketika angin tak lagi berkejaran. Jhon dan Justin masih terjaga di dalam rumah, dini hari, di apartemen Tervolina-Moskwa yang berhalaman stasiun kereta kuda, dan tetanggaan dengan sungai bolga. Dari sanalah mereka meracik strategi untuk mewujudkan mimpinya, apa dan bagaimana cara menembus museum atau makam Lenin di Red Square yang over protective itu. Karena di setiap sudut museum ada penjaga dan puluhan kamera CCTV di pasang, baik yang gampang dan sulit terlihat. Apalagi tak ada sejarahnya orang bisa menembus penjagaan makam itu, jangankan untuk mewujudkan misi lancang mengencingi, memberaki, dan sebagainya.

Sebetulnya, dua seniman itu sudah lama memendam hasrat “mengencingi makam Lenin”. Tapi mereka simpan rapi di jiwa dan tetap sabar menunggu kesempatan emas untuk mewujudkannya. Mereka kelewat dendam dengan ideologi dan peranan Lenin selama puluhan tahun itu, suatu bayang-bayang kelam Rusia dan negara lain yang mengekor di belakangnya. Oleh dua seniman itu pula, Lenin dianggap perusak tatanan dunia, pengacau, dan dengan tidak ragu menyebutnya sebagai antek Yahudi. Sampai-sampai keduanya tak hanya satu atau dua bulan menyiapkan misi ini, 12 tahun mereka dihabiskan untuk menyusun strategi dan segalanya yang dibutuhkan.

Pagi hari setelah semalaman berdebar hati, saking tak sabar ingin mengincingi Lenin. Mereka mulai aksinya dengan datar, yakni menjadi serigala berbulu domba atau tepatnya berpura-pura melamar pekerjaan menjadi karyawan museum. Awalnya mereka berangkat terpisah, di lain hari dan waktu yang berbeda, agar tidak menumbuh-kembangkan bibit kecurigaan. Sesuai rencana awal yang disepakati, setelah pengajuan lamaran selesai diproses, dan setelah proses uji kelayakan selesai pula. Akhirnya; Jhon diterima sebagai juru kebun dan Justin sebagai petugas kebersihan, posisi yang memang mereka bidik dan inginkan.

Besoknya, ternyata mereka seragam jadwal. Berangkatnya pun bersamaan dalam satu angkutan umum kereta listrik menuju museum, keduanya  berangkat dengan pakaian yang telah disediakan pihak museum, atasan hitam gelap dan bawahan hitam-tapi lebih gelap, dan dengan tulisan gardener di punggungnya, mereka beraksi.

Di atas kereta listrik yang termasuk angkutan umum terbaik di Moskwa, mereka bercakap sejenak;
“Eh Jhon, strategi pertama kita nanti menutupi CCTV Museum dengan gambar yang telah kubawa ini” Jhon sembari memberikan beberapa lembaran gambar yang telah dimodifikasi sebagai tipuan untuk mengelabuhi penjaga.
“Iya Jhon.. pastilah kukerjakan dengan baik, sesuai rencana kita” jawab Justin sumeringah dan berapi-api.

Sampai di Museum, di berandanya yang bertaman, mereka mulai pasang posisi, mereka mulai memisahkan diri satu sama lain, Jhon ke habitatnya untuk memangkasi rerumputan liar sembari menempelkan gambar tipuan ke kamera CCTV di area kebun. Justin juga tak kalah agresif, ia menyapu seluruh area museum dan sekali waktu juga menempelkan gambar yang telah mereka mudifikasi itu.

Hari pertama berjalan rapi, setidaknya 20 puluhan kamera CCTV yang mereka tutupi dengan gambar, dan besok mereka akan tutupi semua.

***

Hari kedua bekerja, lambat laun mereka mendekati hasil, hampir semua kamera CCTV tertutupi gambar, gambar modifikasi yang kalau dilekatkan ke kamera maka kamera tersebut hanya dapat merekam gambar itu saja, karena gambar itu menyerupai semua kegiatan di area museum.

Ketika semua kamera telah tertutupi, mereka ketemuan di pusat jantung pembaringan makam Lenin yang penuh dengan bunga-bunga, pepohonan nan rindang, dan dengan sepoi angin yang beterbangan di sana. Tidak mudah dan tak sembarang orang bisa masuk ke sana, tapi kedua seniman itu tak gentar dan secara terang-terangan masuk ke area makam, sebab mereka percaya dengan kartu karyawan yang dirasa mudah bisa meloloskannya. Itu pun tidak gampang, mereka digeledah ketat oleh penjaga. Untungnya setrategi kedua tidak memerlukan alat bantuan apa pun.

Sampai di dalam, kebetulan dua penjaga lagi ke kamar mandi, akhirnya secepat kilat mereka menyambar makam Lenin yang berwarna merah itu. Lenin diawetkan di dalam peti mati berkaca yang bisa tembus pandang. Ketika dilihatnya, mayat Lenin tampak masih segar laksana baru mati kemarin, padahal sudah puluhan tahun lamanya.

Maka dengan tanpa mengakarkan pikiran, Jhon langsung membuka celana yang sebelumnya telah ia buka resletingnya dari luar makam, sambil lari dengan dendam membara api, ia menyambar. Namun tiba-tiba langkah Jhon dicegat Justin, ia melarangnya sembari membisikkan kata-kata ke telinganya; “kita baca doa dulu, agar Lenin-Lenin berikutnya tidak ada di Moskow, Rusia, bahkan dunia”.  “Baiklah” Jhon menyanggupi sembari tangannya membuka celana-dalam, yang sebagai bungkus terakhir kemaluannya.

Tapi belum kelar berdoa, Jhon telah menjipratkan air kemih ke makam Lenin, “dasar anjing” kata-kata satir keluar dari mulutnya. Justin terkejut karena telah didahului. Maka Justin menyusul-kepo sambil membuka celananya, malahan ia menjadi penyuplai air kemih terbanyak ketimbang Jhon. “Akhirnya mimpi kita terwujud kawan, akhirnya…”__“iya nih, aku telah lama sekali mendambakan momentum ini” keduanya saling cakap sejenak. Tapi belum sempat mereka mengakhiri kemenangannya, tiba-tiba ada peluru menembus kepala bagian belakang Jhon, Justin terkejut, gemetar, takut, yang kemudian berusaha lari, tapi ia juga menjadi amuk sasaran penembakan penjaga museum, ratusan peluru bersarang di sekujur tubuh mereka. Mereka tersungkur dan akhirnya mati di atas makam Lenin yang berguyuran air kemih.



Share:

0 komentar:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com