Rabu, 13 Juli 2016

Intrik Politik Mataram


Judul Buku   : Geger Bumi Mataram
Penulis          : Krisna Bayu Adji & Sri Wintala Achmad
Cetakan         : I, Februari 2014
Penerbit        : Araska
ISBN               : 978-602-1676-55-4
Peresensi       : Khairul Mufid Jr*



Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di pulau Jawa yang pernah berdiri pada abat 17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit. Asal-usulnya adalah suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang, berpusat di “Bumi Mentaok”



Kerajaan Mataram pada masa keemasannya pernah menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya, termasuk Madura. Negeri ini yang pernah memerangi VOC di Batavia untuk mencegah semakin berkuasanya firma dagang itu, namun ironisnya malah harus menerima bantuan VOC pada masa akhir menjelang keruntuhannya.

Kerajaan-kerajaan pasca Mataram Islam tempo dulu nampaknya akan menjadi ziarah sejarah yang sangat menarik. Pasalnya sejarah keberlangsungan kerajaan-kerajaan seperti Kasunanan Kartasura, Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Praja Mangkunegaraan dan Negeri Pakualaman masa silam banyak diwarnai intrik politik internal juga intervensi eksternal dari gerbong VOC di bawah bendera Hindia Belanda.

Situasi ini kemudian memicu pemberontakan dan perang saudara yang berkepanjangan. Deretan fakta historis yang mengiringi sejarah perjalanan kerajaan-kerajaan pasca Mataram Islam, menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk dibaca ulang dan dikaji secara lebih kritis. Inilah cerita gejolak politik akhir abad 18, Mataram Islam pecah dan menjadi serpihan-serpihan penguasa lokal.

Peta Mataram Baru yang telah dipecah menjadi kerajaan pada tahun 1830, setelah peranga Diponegoro. Pada peta ini terlihat bahwa Kasunanan Surakarta memiliki banyak enclave di wilayah Kasultanan Yogyakarta dan wilayah Belanda. Mangkunegaran juga memiliki sebuah enclave di Yogyakarta.

Amangkurat I memindahkan lokasi Keraton ke Plered (1647), tidak jauh dari Karta. Selain itu ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan “sunan”. Masa Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil dan sering terjadi pemberontakan. Sehingga digantikan Amangkurat II (Amangkurat Amral), pada masanya Kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah barat Pajang. Di tahun (1703-17049) secara  berturut-turut pengganti Amangkurat I adalah Amangkurat III dan IV.

Sehingga kekacauan politik bumi Mataram baru dapat diselesaikan pada Masa Pakubuwanan III setelah pembagian Mataram menjadi dua yaitu Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunan Surakarta pada tanggal 13 Februari 1755.

Sehingga berdasar ungkapan di muka, maka tujuan dari penulisan dan penerbitan buku ini didahrapkan menjadi jawaban tentang latar belakang kemunculan kelima kerajaan pasca runtuhnya Kasultanan Mataram Islam tersebut. Di samping itu, buku ini akan memberikan jawaban akurat tentang munculnya berbagai pemberontakan, perang saudara, intrik politik, serta Geger  Pecinan yang menandai runtuhnya Kasunanan Kartasura di era pemerintahan Raden Mas Prabasuyasa.

Dan melalui buku ini, kita akan mengetahui bahwa politik yang diterapkan oleh tokoh-tokoh masa silam bukan berdasarkan salah atau benar, namun lebih berdasarkan pada kepentingan. Fakta tersebut dapat kita simak melalui sejarah berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta dan Praja Mangkunegaran.
Share:

0 komentar:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com