Judul Buku : Geger Bumi Mataram
Penulis
: Krisna Bayu Adji & Sri
Wintala Achmad
Cetakan
: I, Februari 2014
Penerbit
: Araska
ISBN : 978-602-1676-55-4
Peresensi
: Khairul Mufid Jr*
Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di pulau Jawa yang
pernah berdiri pada abat 17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki
Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat
keturunan penguasa Majapahit. Asal-usulnya adalah suatu Kadipaten di bawah
Kesultanan Pajang, berpusat di “Bumi Mentaok”
Kerajaan Mataram pada masa keemasannya pernah menyatukan
tanah Jawa dan sekitarnya, termasuk Madura. Negeri ini yang pernah memerangi
VOC di Batavia untuk mencegah semakin berkuasanya firma dagang itu, namun
ironisnya malah harus menerima bantuan VOC pada masa akhir menjelang
keruntuhannya.
Kerajaan-kerajaan pasca Mataram Islam tempo dulu nampaknya
akan menjadi ziarah sejarah yang sangat menarik. Pasalnya sejarah
keberlangsungan kerajaan-kerajaan seperti Kasunanan Kartasura, Kasunanan
Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Praja Mangkunegaraan dan Negeri Pakualaman
masa silam banyak diwarnai intrik politik internal juga intervensi eksternal
dari gerbong VOC di bawah bendera Hindia Belanda.
Situasi ini kemudian memicu pemberontakan dan perang saudara
yang berkepanjangan. Deretan fakta historis yang mengiringi sejarah perjalanan
kerajaan-kerajaan pasca Mataram Islam, menjadi sesuatu yang sangat menarik
untuk dibaca ulang dan dikaji secara lebih kritis. Inilah cerita gejolak
politik akhir abad 18, Mataram Islam pecah dan menjadi serpihan-serpihan
penguasa lokal.
Peta Mataram Baru yang telah dipecah menjadi kerajaan pada
tahun 1830, setelah peranga Diponegoro. Pada peta ini terlihat bahwa Kasunanan
Surakarta memiliki banyak enclave di wilayah Kasultanan Yogyakarta dan wilayah
Belanda. Mangkunegaran juga memiliki sebuah enclave di Yogyakarta.
Amangkurat I memindahkan lokasi Keraton ke Plered (1647),
tidak jauh dari Karta. Selain itu ia tidak lagi menggunakan gelar sultan,
melainkan “sunan”. Masa Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil dan sering
terjadi pemberontakan. Sehingga digantikan Amangkurat II (Amangkurat Amral),
pada masanya Kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah
barat Pajang. Di tahun (1703-17049) secara
berturut-turut pengganti Amangkurat I adalah Amangkurat III dan IV.
Sehingga kekacauan politik bumi Mataram baru dapat
diselesaikan pada Masa Pakubuwanan III setelah pembagian Mataram menjadi dua
yaitu Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunan Surakarta pada tanggal 13 Februari
1755.
Sehingga berdasar ungkapan di muka, maka tujuan dari
penulisan dan penerbitan buku ini didahrapkan menjadi jawaban tentang latar
belakang kemunculan kelima kerajaan pasca runtuhnya Kasultanan Mataram Islam
tersebut. Di samping itu, buku ini akan memberikan jawaban akurat tentang
munculnya berbagai pemberontakan, perang saudara, intrik politik, serta
Geger Pecinan yang menandai runtuhnya
Kasunanan Kartasura di era pemerintahan Raden Mas Prabasuyasa.
Dan melalui buku ini, kita akan mengetahui bahwa politik
yang diterapkan oleh tokoh-tokoh masa silam bukan berdasarkan salah atau benar,
namun lebih berdasarkan pada kepentingan. Fakta tersebut dapat kita simak
melalui sejarah berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta dan Praja Mangkunegaran.
0 komentar:
Posting Komentar