Judul
Buku : Mistik & Makrifat Sunan
Bonang
Penulis
: Dr. Purwadi, M. Hum.
Cetakan
: I, April 2015
Penerbit
: Araska
ISBN : 978-602-300-135-4
Tebal : 296 Halmn: 14x20,5 cm,
Peresensi
: Khairul Mufid Jr*
Buku “Mistik dan Makrifat Sunan Bonang”, Karya Dr.
Purwadi, M. Hum. Ini adalah buku bergenre sejarah tentang penyebaran Islam di
pulau Jawa (dan;Indonesia), peran Wali Songo, dan mistik-kememakrifatan Sunan
Bonan secara khusus. Dahulu kala dimulai dengan perdagangan Islam kosmopolitan,
komunitas Muslim, mendirikan pesantren, dan kelahiran Waliyullah kita kenal, yang
saat ini mafhum di telinga kita.
Untuk mengenal jauh Wali Songo (Wali Sanga) bisa
dengan melakukan pendekatan secara denotatif dan konotatif. Dalam pendekatan
denotatif: Nama Wali Songo berarti sejumlah guru besar atau ulama yang diberi
tugas untuk dakwah di wilayah tertentu. Sedangkan dalam pendekatan konotatif,
yaitu seseorang yang mampu mengendalikan babahan hawa sanga (sembilan
lubang pada diri manusia), maka dia akan memperoleh predikat kewalian yang
mulia dan selamat dunia akhirat.
Wali Songo dikenal khalayak umum sebagai penyebar agama
Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting Pantura
(Pantai Utara) Pulau Utara Jawa, yaitu Surabaya-Gersik-Lamongan-dan Tuban untuk
daerah Jawa Timur, sedangkan Demak-Kudus-Muria bagian Jawa Tengah, Dan di Cerebon
sendiri berlokasi di Jawa Barat. Mereka saling bahu membahu dalam prores Islamisasi
penduduk pribumi di pulau Jawa.
Pendapat lain mengatakan bahwa Wali Songo adalah sebuah
majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
pada tahun 808 H/1404 M. Para Wali Songo adalah pembaharu masyarakat pada masanya,
pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru
masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok tanam, kebudayaan, kesenian,
kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
Peran Wali Songo yang sangat urgen—memaksa mereka untuk berjuang
keras menaklukkan Jawa, sehingga waktu itu dominasi Hindu-Budha lemah dalam
kebudayaan Nusantara akibat ekspansi dan Islamisasi besar-besaran. Mereka
adalah barometer dan simbol penyebaran Islam di Indonesia, dan tentulah ada
banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peran mereka yang sangat besar
dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat
secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Wali Songo ini lebih
banyak disebut dari yang lain.
Sebutan Wali Songo bagi penyiar Islam di Jawa adalah
merupakan upaya adaptasi unsur budaya pra-Islam dalam konteks masa peralihan.
Gelar Sayid dan Sarif sering dirujuk untuk menyatakan bahwa penyandang gelar
itu masih termasuk Ahlul Bait atau keluarga Nabi. Oleh karena itu gelar Sayid
dipandang lebih tinggi dari Syekh sebagaimana ditunjukkan dalam tradisi kaum
Hadrami di Arab Selatan (Hal. 71).
Meski pembentukan pertama kali
dilakukan oleh Sultan Turki, namun peran Wali Songo Nusantara begitu besar dan
tak bisa diragukan. Begitupun peran seorang guru besar dari Jawa kelahiran
kabupaten Rembang desa Bonang, dia adalah Raden Maulana Makdum Ibrahim (atau;
Sunan Bonang). Nama Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai bama marga Bong
seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.
Sunan Bonang dipercaya oleh
masyarakat Jawa sebagai Guru Besar Para Wali di Tanah Jawa. Dalam
sejarah Wali Songo, Sunan Bonang menempati posisi utama, karena ia pernah
menjadi guru agung Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar. Keduanya adalah tokoh
Wali yang fenomenal sekaligus kontroversial.
Metode pengajaran Sunan Bonang dalam
menyebarkan agama Islam sungguh kreatif, akomodatif, dan aplikatif. Baik
jajaran eksekutif Keraton Demak maupun kalangan masyarakat Jawa pada umumnya
dapat menerima ajaran-ajaran Sunan Bonang. Kepentingan Negara dan rakyat
mendapat perhatian yang proporsional, sehingga pelbagai ketegangan dapat didemkan.
Misalkan dalam pengajaran spiritual;
Sunan Bonang mendedahkan pakem pengertian, bahwa pendidikan spiritual dan budi
pekerti menerangkan apa yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan oleh manusia
terhadap manusia yang lain. Syariat adalah tahap yang paling ideal, yaitu
manusia harus menghormati dan hidup sesuai dengan rukun agama menjalankan
kewajiban dengan benar-benar, menghargai dan menghormati orang tua, guru,
pemimpin dan raja, mematuhi aturan sosial, dan menjaga keselarasannya, serta
mengakui tatanan kosmis. Manusia sadar bahwa Tuhan ada. (Hal. 186)
Sunan Bonang juga terkenal dengan
ilmu kebatinannya yang dalam. Ia mengembangkan ilmu (dzikir) yang berasal dari
Rasulullah SAW, kemudian beliau kombinasikan dengan keseimbangan pernapasan yang
disebut dengan rahasia Alif-Lam-Mim, yang artinya hanya Allah SWT yang tahu.
Sunan Bonang juga menciptakan gerakan-gerakan fisik atau jurus yang beliau ambil
dari seni bentuk huruf hijaiyyah yang
berjumlah 28 huruf dimulai dari huruf Alif dan diakhiri huruf Ya’. Ia
menciptakan gerakan-gerakan fisik dari nama dan simbol huruf hijaiyyah adalah
dengan tujuan yang sangat mendalam dengan makna, secara awam saya artikan yaitu
mengajak murid-muridnya untuk menghafal huruf-huruf hijaiyyah dan nantinya setelah
mencapai tingkatnya diharuskan bisa baca dan memahami Al-Qur’an. (Hal. 205).
Maka dengan kemahaluasan ilmu pengetahuan Sunan Bonang, serta
banyak melahirkan murid yang luar biasa. Maka, tak ayal kalau beliau mendapat
cap guru besar dari pulau Jawa. Yang telah meniti jalan kemistikan dan jalan
kemakrifatan demi tegaknya ukhuwah islamiyah di pulau Jawa dan Nusantara.
Buku setebal 296 halaman karya Dr. Purwadi, M. Hum. Ini
adalah sebuah pintu untuk mengenang dan meramu ingatan kita kembali akan
sejarah Islam Nusantara, hiruk pikuk perjuangan para Waliyullah, dan kearifan
guru besar agama Islam (Sunan Bonang) wabil khusus. Buku sederhana yang kaya
makna ini, sangat cocok untuk semua kalangan; mulai dari para pakar, pengamat,
ilmuan, agamawan, budayawan, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya perlu
sekali membaca buku yang bermanfaat ini. Maka selamat membaca!
Kutub
2015
0 komentar:
Posting Komentar