Jumat, 29 Juli 2016

Sepetak Surga di Madura (Isra Mi’raj ke Gili Labak)

Zakerah Adventure:Road to Gili Labak


Aku dan tiga belas manusia merasakan debar yang sama di atas Sampan Kateran (sampan nelayan Madura), di atas kedalaman laut yang maha itu kami harap-harap cemas, karena takut jasad kami tak mencium daratan lagi. Hempas ombak sesekali menguji adrenaline karena sampan kami bergoyang eksotik tanpa henti. Ada yang baca sholawat, ada yang muntah liur, ada yang pucat pasi termenung, bahkan ada salah satu teman sok tidur padahal sulit memejamkan mata.

Iya, kami memang mengarungi samudera sekarang, selama satu jam lebih, tanpa standarisasi pengamanan mumpumi, tanpa alat keselamatan atau pelambung. Kami bergantung pada-Nya dan awak kapal yang selalu berusaha mencairkan keadaan “tenang dik, ini ombaknya stadium rendah kok.” Ujarnya, petuah-petuah itu dilantunkan laksana kultum jum’at di atas lautan.


Kami ingin ke Gili Labak. Iya, sebuah pulau mini yang kondang dengan julukan hiden paradise “surga yang tersembunyi” di Desa Kombang, Kecamatan Talango, kabupaten Sumenep. Sebuah pulau yang hanya sebesar lapangan sepak bola, sekitar  5 hektar, dengan 35 kepala keluarga itu ternyata menyimpan intan permata yang puluhan tahun tidak tercium pecinta alam bahkan di blow up media. Sebuah pulau kecil, yang kalau mengitarinya memakan waktu 30 menit dan kepulan asap dua batang rokok.

Dulunya, pulau ini bernama “pulau tikus” karena menurut masyarakat di pulau ini merupakan sarang tikus. Namun, kini pulau ini lebih dikenal dengan istilah Gili Labak, untuk menarik minat pengunjung. Tak heran jika dahulu pulau ini masih belum jadi buah bibir seperti sekarang ini.

Butuh perjuangan keras menuju Gili Labak ini, bisa ditempuh dengan kapal sampan sekitar 2 jam dari pelabuhan Kalianget Madura, bisa juga dari Desa Kombang Talango, bisa dari Saronggi, dan Lobuk Kecamatan Bluto. Tarif sewa sampan beragam, ada 350.000, ada 500.ooo, bahkan ada bisa sampai 1.000.000 jutaan.

Aku dan teman-teman terbelalak dari jarak 1 km dari bibir pantai Gili Labak, putihnya pasir pantai menggoda kami untuk segera mencumbunya, teman yang muntah, tidur, melamun, merapal mantra telah siuman melihat keangkuhan pulau kecil nan minor itu. Sungguh kebanggan tersendiri bagi kami yang kebetulan beribu dan berbapak di Sumenep.

Perahu kami merapat, mesin kapal telah mati, teman-teman berdiri dan ada beberapa orang yang menyempatkan foto selfie. Menginjak kelembutan pasir yang masih perawan itu, sungguh kami merasakan pemandangan anyar karena di kampung (Pakamban Daya/Jaddung) kami hanya biasa melihat berjibun batu dan jurang-jurang. “My Trip My Adventure” Sanggah Ipunk yang kebetulan melihat plang terpacak di bibir pantai bertuliskan kalimat itu. Pertengahan 2016, memang Adipati Dolken pernah ke surga tersembunyi ini, shooting di sana, snorkling, merasakan riak ombak dan cantiknya terumbu karang. Ketika streaming film itu di publish ke publik, jutaan manusia berdatangan dari dalam dan luar negeri, mungkin mereka juga ingin mengatakan “My Trip My Adventure” kayak di tv-tv.

Tahun lalu pulau itu masih unyu-unyu karena tak ada pembangunan serius dari pemerintah setempat. Tapi sekarang masih sama nasibnya, namun sudah ada riak-riak pembangunan dan fasilitas makan. Ada ragam venue bisa dijumpai di sana, mulai dari pelabuhan impian di muka pantai sebelah utara, atau gubuk-gubuk kecil dengan atap janur yang dianyam, ada penginapan bagi yang ingin bermalam, bahkan musholla yang dulu dekil bin jorok itu sekarang telah bersih dengan wajah biru-kuning. Sungguh kami tak jua berhenti takjub melihat keindahan karya Ilahi Robbi yang satu itu. Dan kalau dipresentasekan, Gili Labak bisa diadu dengan Gili Trawangan Lombok Nusa Tenggara Barat.

Uniknya, bagi penjual non Gili Labak diberedel kalau mau jualan disana, dan rata-rata warga setempat sekarang mulai memanfaatkan potensi wisata dengan beralih menjadi penyedia kebutuhan para pelancong. Omset pun tidak tanggung-tanggung, jutaan rupiah dalam 24 jam bisa didapuk, bahkan kata salah satu pedagang di sana, pernah meraup 15 juta dalam sehari semalam. Waaww....!!!

Aku tak habis pikir, kalau kesempatan menjadi OKB (Orang Kaya Baru) juga menyambangi penduduk Gili Labak, rezeki seolah berlomba-lomba datang menumpangi Sampan Kateran, yang datangnya tanpa dijemput dan pulangnya tanpa diantar. Kalau bukan karena pertanyaan teman luar daerah tentang Gili Labak, mana mungkin aku tahu ada surga tersembunyi di daerahku, bulshit aja nggak papa kan sekalian promosi daerah sendiri. “iya, tempat itu cantik banget cuy, udaranya masih alami, pasirnya putih, terumbu karangnya masih bagus, dll”. Padahal waktu itu aku belum ke sana.

Namun yang perlu diperhatikan, ketika daerah itu semakin maju, sarana dan prasarana makin lengkap, ingat tetap jaga keaslian pulau itu, jangan nyampah, jangan rusak terumbu karangnya, dan jangan disengketakan. Bisa jadi kan, besok-besok semua penduduk setempat saling tebas, untuk tanah 4x5 meter, bisa jadi kan, besok-besok penduduk vs pemerintah saling serang untuk kepemilikan Gili Labak. 






Share:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com