Kamis, 14 Juli 2016

Solutif Al-Qur’an terhadap Pelecehan Agama



Judul Buku   : Jangan Nodai Agama (Wawasan Al-Qur’an tentang Pelecehan Agama)
Penulis          : Imanuddin bin Syamsuri, Lc. MA & M. Zaenal Arifin, MA
Cetakan         : I, Maret 2015 M
Penerbit        : Pustaka Pelajar
ISBN               : 978-602-229-457-3
Tebal              : 181 Halaman
Peresensi       : Khairul Mufid Jr*




Akan jadi buronan masyarakat satu Negara, ketika perangkat/simbol Negaranya dilecehkan (seperti bendera, lambang, ideologi, dan lainnya). Pastilah ada reaksi anarkis yang akan memicu perpecahan dan tumpahnya darah di mana-mana. Ini suatu problematika pelik yang juga menjangkiti kebergaamaan bangsa di dunia.


Setiap orang, apapun agama dan budayanya, haruslah dihormati dan dihargai, sehingga seandainya pelecehan tersebut tertuju pada satu objek, misalnya kepada Islam dan Nabi Muhammad saw, maka semua yang berbudaya apapun agamanya harus tampil mengecam sikap tersebut sebagai wujud rasa memiliki satu sama lainnya. Ini sejalan dengan QS. Al-An’am [6] 108, yang melarang menghina dan melecehkan sembahan-sembahan kaum musyrik sekalipun. Demikian pula sindiran Al-Qur’an berikutnya; dan janganlah sekali-kali kebencian kamu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.

Dalam denah historisitas Islam. Dahulu di tengah berkecamuknya peperangan badar tampak dua orang pemuda Anshar (Mu’adz  bin Afra’) bertanya kepada Abdurrahman bin ‘Auf r.a.  manakah orang bernama Abu Jahal? Ketika ditanya apa keperluannya menanyakan hal itu, keduanya menjawab ingin membunuhnya karena Abu Jahal telah menghina Rasulullah saw. Tak lama kemudian Abdurrahman bin ‘Auf melihat Abu Jahal, lantas diberitahukannya kepada kedua pemuda tersebut. Tanpa berpikir panjang, kedunya segera berlomba-lomba ke arah Abu Jahal, lalu menikam dengan pedang hingga berhasil membunuhnya. Tindakan kedua pemuda itu dipersaksikan kepada Rasullah saw, yang kemudian memberikan harta rampasan perang dari abu Jahal untuk Mu’adz bin Amr bin Jamuh. (disarikan dari Shahhi Muslim no. 3296).

Dan pada 07 Januari 2015, kejadian di muka itu terulang lagi. Seperti diketahuui, hari itu sejumlah pria bertopeng menyerbu kantor majalah Charlie Hebdo di Paris-Prancis ketika sedang menggelar rapat redaksi. Mereka menembaki orang-orang yang ada di kantor tersebut, termasuk penjaga keamanan, sehingga menewaskan 12 orang. Alasannya sama, karena majalah Charlie Hebdo juga telah menghina Nabi Muhammad saw. Lelaku ini bukan hanya sekali, tetapi berulang-ulang kali, majalah tersebut dikenal kerap menerbitkan kartun-kartun yang menghina dan melecehkan  umat Islam serta simbol-simbolnya.

Yang lebih menarik ternyata pelecehan terhadap agama Islam tidak hanya dilakukan oleh kalangan non-muslim, namun juga oleh pemeluknya sendiri, dengan berbagai bentuk dan macam, baik di sadari atau tidak oleh pelakunya. Dalam konteks Indonesia, kasus yang masih dapat diingat adalah peecehan idabadah shalat yang dilakukan beberapa siswi SMU, para siswi ini memperagakan gerakan shalat yang dipadu dengan tarian semacam hip hop sambil membaca bacaan shalat dan diiringi alunan musik, dan melagukan bacaan shalat secara tidak benar. (hal.6)

Maka fenomena ini yang kemudian menjadi pokok bahasan Imamuddin bin Syamsuri Lc. MA. dan M. Zaenal, MA dalam bukunya ini, mereka mengenalkan apa itu agama Islam sesungguhnya, tujuan agama Islam diturunkan, Istilah pelecehan dalam Islam, mendeskripsikan gejolak keberagamaan Islam dengan rinci, dan ihwal solutif Al-Qur’an dalam memahami pelecehan (olok-olok).

Dalam buku setebal 181 ini seolah menyadarkan kita, bahwa secara prinsipil tidak ada kaitannya pelecehan dengan doktrin sebuah agama. Artinya, semua agama samawi tidak mengajarkan adanya pelecehan terhadap agama lain, sebab berasal dari satu sumber yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian, pelecehan agama Islam lebih terkait dengan kepetingan manusia sebagai pemeluk yang menyelengkan ajaran agamanya, dan terutama terkait masalah ekonomi atau kekuasaan.

Akal sehetpun pasti tidak membenarkan seorang atau suatu komunitas lainnya hanya karena perbedaaan agama, ras, maupun lainnya. Kalaupun hal itu terjadi, biasanya bermuara pada kepentingan tersembunyi yang dimiliki oleh orang atau komunitas itu.

Kita kembalikan semuanya pada Al-Qur’an, karena di dalamnya telah memberikan arahan dan solusi agar sikap dan perbuatan melecehkan agama ini tidak terjadi, minimal tidak terulang-ulang kembali: (1) mengadakan dialog, karena memahami masyarakat heterogen harus ada kesepahaman, rasa saling memiliki, rasa senasib, dan rasa persaudaraan, sebagaimana telah ditegaskan sura al-Nahl/16:125. (2) saling menghormati dan menjaga eksistensi orang atau komunitas yang tidak sepandangan. (3) menghindari forum-forum yang digunakan sebagai ajang pelecehan agama. (4) menghindarkan diri bergaul dengan para pelecehan agama, menjadikan mereka teman akrab, penolong urusan dan sebagainya. (5) melakukan pembinaan dalam tubuh umat Islam sendiri karena pelecehan agama tidak selalu datang dari kalangan non-muslim.(hal. 171-176)

Dan akhirnya semoga dengan membaca buku ini kita mendapatkan jawaban tentang bagaimana pandangan Al-Qur’an terhadap semua bentuk pelecehan agama, dan semoga menjadi pegangan kita dalam bersikap dan bertindak menghadapi semua bentuk-bentuk pelecehan agama tersebut. Amien!
Share:

0 komentar:

Copyright © LAJANG KEMBARA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com