Judul
Buku : Jangan Nodai Agama (Wawasan
Al-Qur’an tentang Pelecehan Agama)
Penulis
: Imanuddin bin Syamsuri, Lc. MA
& M. Zaenal Arifin, MA
Cetakan
: I, Maret 2015 M
Penerbit
: Pustaka Pelajar
ISBN : 978-602-229-457-3
Tebal : 181 Halaman
Peresensi
: Khairul Mufid Jr*
Akan jadi buronan masyarakat satu Negara, ketika perangkat/simbol Negaranya dilecehkan (seperti bendera, lambang, ideologi, dan lainnya). Pastilah ada reaksi anarkis yang akan memicu perpecahan dan tumpahnya darah di mana-mana. Ini suatu problematika pelik yang juga menjangkiti kebergaamaan bangsa di dunia.
Setiap orang, apapun agama dan budayanya, haruslah dihormati
dan dihargai, sehingga seandainya pelecehan tersebut tertuju pada satu objek,
misalnya kepada Islam dan Nabi Muhammad saw, maka semua yang berbudaya apapun
agamanya harus tampil mengecam sikap tersebut sebagai wujud rasa memiliki satu
sama lainnya. Ini sejalan dengan QS. Al-An’am [6] 108, yang melarang
menghina dan melecehkan sembahan-sembahan kaum musyrik sekalipun. Demikian
pula sindiran Al-Qur’an berikutnya; dan janganlah sekali-kali kebencian kamu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Dalam denah historisitas Islam. Dahulu di tengah
berkecamuknya peperangan badar tampak dua orang pemuda Anshar (Mu’adz bin Afra’) bertanya kepada Abdurrahman bin
‘Auf r.a. manakah orang bernama Abu
Jahal? Ketika ditanya apa keperluannya menanyakan hal itu, keduanya menjawab
ingin membunuhnya karena Abu Jahal telah menghina Rasulullah saw. Tak lama
kemudian Abdurrahman bin ‘Auf melihat Abu Jahal, lantas diberitahukannya kepada
kedua pemuda tersebut. Tanpa berpikir panjang, kedunya segera berlomba-lomba ke
arah Abu Jahal, lalu menikam dengan pedang hingga berhasil membunuhnya.
Tindakan kedua pemuda itu dipersaksikan kepada Rasullah saw, yang kemudian
memberikan harta rampasan perang dari abu Jahal untuk Mu’adz bin Amr bin Jamuh.
(disarikan dari Shahhi Muslim no. 3296).
Dan pada 07 Januari 2015, kejadian di muka itu terulang
lagi. Seperti diketahuui, hari itu sejumlah pria bertopeng menyerbu kantor
majalah Charlie Hebdo di Paris-Prancis ketika sedang menggelar rapat
redaksi. Mereka menembaki orang-orang yang ada di kantor tersebut, termasuk
penjaga keamanan, sehingga menewaskan 12 orang. Alasannya sama, karena majalah Charlie
Hebdo juga telah menghina Nabi Muhammad saw. Lelaku ini bukan hanya sekali,
tetapi berulang-ulang kali, majalah tersebut dikenal kerap menerbitkan
kartun-kartun yang menghina dan melecehkan
umat Islam serta simbol-simbolnya.
Yang lebih menarik ternyata pelecehan terhadap agama Islam
tidak hanya dilakukan oleh kalangan non-muslim, namun juga oleh pemeluknya
sendiri, dengan berbagai bentuk dan macam, baik di sadari atau tidak oleh
pelakunya. Dalam konteks Indonesia, kasus yang masih dapat diingat adalah
peecehan idabadah shalat yang dilakukan beberapa siswi SMU, para siswi ini
memperagakan gerakan shalat yang dipadu dengan tarian semacam hip hop sambil
membaca bacaan shalat dan diiringi alunan musik, dan melagukan bacaan shalat
secara tidak benar. (hal.6)
Maka fenomena ini yang kemudian menjadi pokok bahasan
Imamuddin bin Syamsuri Lc. MA. dan M. Zaenal, MA dalam bukunya ini, mereka
mengenalkan apa itu agama Islam sesungguhnya, tujuan agama Islam diturunkan,
Istilah pelecehan dalam Islam, mendeskripsikan gejolak keberagamaan Islam
dengan rinci, dan ihwal solutif Al-Qur’an dalam memahami pelecehan (olok-olok).
Dalam buku setebal 181 ini seolah menyadarkan kita, bahwa secara
prinsipil tidak ada kaitannya pelecehan dengan doktrin sebuah agama. Artinya,
semua agama samawi tidak mengajarkan adanya pelecehan terhadap agama lain,
sebab berasal dari satu sumber yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan
demikian, pelecehan agama Islam lebih terkait dengan kepetingan manusia sebagai
pemeluk yang menyelengkan ajaran agamanya, dan terutama terkait masalah ekonomi
atau kekuasaan.
Akal sehetpun pasti tidak membenarkan seorang atau suatu
komunitas lainnya hanya karena perbedaaan agama, ras, maupun lainnya. Kalaupun hal
itu terjadi, biasanya bermuara pada kepentingan tersembunyi yang dimiliki oleh
orang atau komunitas itu.
Kita kembalikan semuanya pada Al-Qur’an, karena di dalamnya
telah memberikan arahan dan solusi agar sikap dan perbuatan melecehkan agama
ini tidak terjadi, minimal tidak terulang-ulang kembali: (1) mengadakan dialog,
karena memahami masyarakat heterogen harus ada kesepahaman, rasa saling
memiliki, rasa senasib, dan rasa persaudaraan, sebagaimana telah ditegaskan
sura al-Nahl/16:125. (2) saling menghormati dan menjaga eksistensi orang atau
komunitas yang tidak sepandangan. (3) menghindari forum-forum yang digunakan
sebagai ajang pelecehan agama. (4) menghindarkan diri bergaul dengan para
pelecehan agama, menjadikan mereka teman akrab, penolong urusan dan sebagainya.
(5) melakukan pembinaan dalam tubuh umat Islam sendiri karena pelecehan agama
tidak selalu datang dari kalangan non-muslim.(hal. 171-176)
Dan akhirnya semoga dengan membaca buku ini kita mendapatkan
jawaban tentang bagaimana pandangan Al-Qur’an terhadap semua bentuk pelecehan
agama, dan semoga menjadi pegangan kita dalam bersikap dan bertindak menghadapi
semua bentuk-bentuk pelecehan agama tersebut. Amien!
0 komentar:
Posting Komentar