Rapat malam itu layaknya sidang
paripurna luar biasa di gedung DPR, tak ubahnya forum tertinggi yang merapatkan
wewenang dan tugas Negara. Bagaimana tidak, malam itu juga saling serang
pendapat, saling mengokohkan benteng argumentasi, dan menciptakan suasana pergolakan
sangat panas. Padahal yang dirapatkan hanya sparring futsal dengan tim KMJ (Komunitas Marditila
Jakarta). Komunitas anak Jakarta yang menuntut ilmu ke Bakburu, daerah di
sekitar bibir kota Bantul.
Kebetulan bang Apung yang jadi promotor
sparring itu, ia yang pontang panting
cari lawan tanding, dan ketemulah dengan KMJ-Jakarta, walau melalui perdebatan
yang sangat alot. Malam itu bang Apung dahulu yang memancing peserta rapat.
“Bagaimana ini teman-teman, kita sparring-nya hari apa dan
tanggal berapa?”
“Gimana kalau kamis” jawab salah satu peserta rapat yang
badannya gemuk.
“Jangan broo,
kan kamis aku kuliah.” Sahut orang yang berkumis tipis.
“Bagaimana kalau hari jum’at?”
“Ehh, enak saja!! aku dan Lihen kan harus jaga warnet”
sahut peserta rapat lainnya.
“Hhhmm..!!!”
Bumi seakan malas berputar, tak ada tanda-tanda
kehidupan, semua diam. Dan peserta rapat itu pun tertegun. Malam itu seakan
tambah senyap. Karena mereka tak juga nemu kapan waktu untuk sparring futsal.
“Gini aja teman-teman, coba sparing-nya hari senin.” Seorang berkulit hitam menyuguhkan solusi.
“Tampaknya, banyak yang nggak bisa bung, aku, Usman, Ebit, dan Alung kan
juga kuliah” sahut bang Apung datar, orang yang dituakan, dan jadi penghuni
asrama paling senior di KMM (Komunitas Montul Madura).
“Terus?, kalau seperti ini juga, kapan kita sparring-nya,”
“Tenang-tenang” bang Apung, mencairkan suasana.
“Coba hari minggu, ayo ngacung yang keberatan dan sedang
punya acara!!, karena aku lihat kalian pada lompong, tak punya kegiatan, dan
kayaknya begitu.” Tambah bang Apung semangat.
Tapi semua malah diam lagi, lompang, plontos, tak ada riak
sama sekali. Peserta rapat me-masker
mulutnya rapat-rapat, seakan-akan tengah sariawan.
Sekitar sepuluh menit vakum, akhirnya salah satu peserta
rapat itu tertawa sekencang-kencangnya, kemudian disusul orang pakai batik di
paling pojok, selanjutnya orang berkulit hitam itu tak kalah nyaringnya ngakak.
Mereka sepakat, dan akhirnya palu di ketok, kalau sparring futsalnya hari minggu tanggal 16 Februari.
KMM atau asrama yang menampung kebanyakan orang Madura
itu, hanya memiliki tiga buah sepeda motor, butut lagi. Ada Astrea, Supra, dan Vespa. Kesehatannya-pun kurang baik, ban,
lapak, dan mesinnya sering kumat. Ketiganya dalam kondisi sakit parah, motor
asrama itu memang tidak dirawat, dipakai seluruh penghuni asrama. Dan emoh
kalau untuk memperbaiki.
***
Besok tanggal 16 Februari, h-1 menjelang sparring, namun ada rapat susulan
tentang minimnya motor yang akan mengangkut semua penghuni asrama. Jumlah
anak-anak yang puluhan, memaksa mereka
saling jemput, ketika sampai di lapangan ada yang kembali menjemput teman yang
masih di asrama, begitu seterusnya.
Jam menunjuk angka 01.00 Wib. Waktu untuk segera
terjun ke lapangan, dan anak KMJ-Jakarta telah tiba lebih dahulu anak KMM-Madura.
“Terasa malu karena kami yang menantang mereka, ternyata datang lambat.” Kata
bang Apung sesal.
Terpaksa pertandingan dimulai, meskipun anak-anak KMM
belum datang semua, ada enam anak KMM yang tiba di lapangan, mereka-pun bukan
pemain inti dan andalan. Cuma bang Apung yang mendingan mainnya.
Yang lainnya belum juga datang, di telfon katanya
sudah di jalan. Tapi pertandingan sudah berjalan empat puluh menit, mereka
belum juga kelihatan batang hidungnya. Sialnya, di menit yang ke 54, mereka telah
ketinggalan jauh, papan skor mengeram angka 11-2, angka yang memukul telak anak
KMM. Karena sepanjang sejarah mereka sparring
futsal, Cuma sekarang mereka dikibuli.
“Halo??, halo??,” bang Apung menelpon teman yang masih
di jalan.
“Iya bang, kami sudah di jalan ni, tunggu sebentar
lagi bang”
“Cepat Usman, kita kalah jauh ni” tambah bang Apung kepo dan kebakaran jenggot.
Sementara waktu terus beringsut habis, skor-pun tambah
membuncit untuk keunggulan anak KMJ, anak KMM seakan kehabisan tenaga, mereka
semakin melemah dan tak semangat lagi.
Sedang di kubu KMJ, tambah semangat dan termotivasi
ekstra, mereka membawa semua pemainnya, dan sekali pergantian pemain, ke-lima pemain
sekaligus langsung ditarik keluar. Di kubu KMM hanya menyisakan satu pemain
cadangan. Namun mereka seakan kucing yang di lempari tulang, dipermainkan di
lapangan, lidah mereka-pun geloyor keluar.
Prittt… Prittt….
Akhirnya peluit tanda pertandingan usai dibunyikan, dua
kali enam puluh menit telah berakhir, Skor akhir adalah 35-6 untuk kemengangan
anak KMJ-Jakarta.
Dan meskipun peluit itu telah dibunyikan, anak
KMM-Madura yang katanya di jalan juga belum datang.
Bang Apung semakin naik darah, ia menelpon Usman, tapi
nomornya tidak aktif.
kemudian menelpon Ebit, juga tidak aktif.
Dan terakhir ia menelpon Alung, ternyata sama, tidak
aktif.
“Mereka coba main-main ya, awas kalau aku tiba di
asrama nanti, tak tebas kepala mereka satu-satu” bang Apung tambah kesambet,
ia-pun tak segan mem-bogem barang-barang di depannya.
“Padahal rapatnya, sudah sangat matang, aku kapok
ngeladeni mereka” sifat jemawa-nya kambuh.
Karena tidak punya tumpangan, enam orang itu pulang
dengan jalan kaki, padahal jaraknya ratusan meter, kepengin naik angkot tak ada
ongkos. Kini bukan Cuma bang Apung yang kesambet, terbayang di kepala lima
temannya, “kalau sampai asrama mereka langsung aku jotos.”
***
Terlihat, asrama KMM itu petang, tak ada satu pun
lampu menyala. Asrama itu layaknya tak berpenghuni.
Enam orang itu kemudian merazia setiap kamar di lantai
satu sampai tiga, tak ada seorang-pun di sana.
“Kemana mereka yaa?,” mereka saling melempar
tanya, kini amarah mereka kian
menggumpal dengan rasa bingung, dan gundah. Terasa kepala mereka ingin pecah.
“Maaf, numpang tanya Embah,” bang Apung, melabrak tetangga yang kebetulan melintas.
“Ada apa to Lee?”
“Sampean lihat anak-anak asrama ini Embah” bang Apung melontar pertanyaan.
“Ooo,, mereka Lee,
sekarang kan ada di rumah sakit, tadi siang mereka kecelakaan. Ada yang di
tabrak truk, ada yang menyuduk becak karena rem-nya blong, ada yang ketabrak
motor gede.”
“Jadi mereka semua di rumah sakit Embah” bang Apung
kian menyidik.
“Iya Lee,
semua anak asrama ini ada di rumah sakit, dan mereka yang kecelakaan siang tadi
sedang luka parah.”
Kutub, 20
Mei 2014
0 komentar:
Posting Komentar